Agenda Jogja

Simposium Arkipelagis Refleksi Kebudayaan, Upaya Rumuskan Arah Strategis Kerja Kebudayaan Indonesia

Simposium ini bertujuan membuka ruang dialog yang luas dan inklusif, relevan dengan tantangan serta peluang zaman.

Penulis: Santo Ari | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja
Simposium bertajuk 'Arkipelagis: Refleksi Kebudayaan' digelar pada Selasa 28 Januari di Joglo Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM - Simposium bertajuk 'Arkipelagis: Refleksi Kebudayaan' digelar pada Selasa 28 Januari di Joglo Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Yogyakarta.

Simposium ini diselenggarakan untuk mengkaji kembali perjalanan kerja kebudayaan selama hampir satu dekade terakhir.

Kegiatan yang dihadiri budayawan, seniman, praktisi, akademisi, dan pekerja kebudayaan yang memiliki kapasitas di bidang kebudayaan ini diharapkan menjadi wadah diskusi yang membuka ruang bagi berbagai perspektif, termasuk kritik dari para pemangku kepentingan. 

Kegiatan ini juga berupaya merumuskan arah strategis kerja kebudayaan Indonesia yang berlandaskan pada karakteristik geografis, keberagaman budaya, serta memetakan tantangan dan peluang yang ada di masa depan.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono yang hadir membuka sekaligus memberikan pidato kebudayaan, mengungkapkan bahwa dalam berbagai kesempatan, dirinya menyampaikan urgensi membangun budaya yang visioner, melalui konsep Kebudayaan Indonesia Baru. 

Apabila menarik kesimpulan awal dari Term Of Reference (ToR) agenda ini,  konsep Kebudayaan Indonesia Baru, sejatinya berkelindan dengan ide besar Arkipelagis.

Sebuah gagasan, yang merangkai akar tradisi, dengan energi pembaruan untuk masa depan bangsa. Sebuah visi, yang memadukan kearifan lokal dengan dinamika zaman, demi kemaslahatan rakyat Indonesia. 

"Dalam hal ini, hendaknya Bhinneka Tunggal Ika, bukan hanya digunakan sebatas slogan, tetapi sebagai strategi kebudayaan, yang dituangkan ke dalam kebijakan public," ujarnya.  

Sejarah telah memberikan pelajaran, bahwa hidup dalam multikulturalisme, yang penuh toleransi dan saling menghargai dapat menjadi sumber kemajuan.

Ia mengatakan, sejarah menunjukkan, proses integrasi berbagai budaya dan bangsa, adalah keniscayaan dalam sejarah Nusantara. 

"Alangkah besarnya manfaat, jika pluralitas budaya, menjadi serat-serat yang saling memperkuat, sehingga suatu resiprokalitas budaya yang sangat kaya akan tercipta. Lebih dari itu, kita juga akan sanggup melaksanakan rencana-rencana pembangunan, dengan sesedikit mungkin distorsi, saling curiga dan kesalahmengertian," imbuhnya. 

Menurutnya, kebudayaan Indonesia Baru, adalah pengandaian Indonesia yang maju dan beradab.

Indonesia haruslah mampu memakmurkan, memajukan, dan memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyatnya, dari generasi ke generasi. 

Tentu saja, semua itu harus dikembangkan dari nilai-nilai, yang mengalir di pembuluh darah masyarakat sendiri.

Melupakan nilai-nilai budaya Etnik dan Masyarakat Adat, hanya akan menciptakan Indonesia tumbuh tanpa jiwa dan identitas. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved