Wacana Libur Sekolah saat Ramadan 2025 dan Kekhawatiran Guru Kekurangan Gaji

Salah satu isu utama yang disoroti adalah dampak wacana ini terhadap gaji guru, terutama di sekolah atau madrasah swasta

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
ist
Wacana Libur Sekolah saat Ramadan 2025, Pro dan Kontra yang Masih Menggantung 

TRIBUNJOGJA.COM - Wacana libur sekolah selama Ramadan tahun 2025 terus menjadi perbincangan hangat.

Rencana ini mencakup peliburan siswa selama sebulan penuh, namun hingga saat ini kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan.

Berbagai pandangan pro dan kontra pun bermunculan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo HR Muhammad Syafi’i mengakui adanya diskusi terkait kebijakan ini.

Namun, ia menyatakan bahwa wacana tersebut belum dibahas secara mendalam di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

“Heeh (iya) sudah ada wacana (libur selama puasa). Oh kami belum bahas, tapi bacaannya kayaknya ada,” kata Syafi’i, Senin (30/12/2024).

Baca juga: Sepekan Pelaksanaan MBG, Disdikpora Kulon Progo Soroti Soal Proses Distribusi Makanan ke Sekolah

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menambahkan, pihaknya sedang mempertimbangkan kemungkinan meliburkan sekolah di bawah naungan Kemenag, seperti madrasah dan pondok pesantren.

Nasaruddin menjelaskan bahwa libur selama Ramadan sebenarnya sudah menjadi tradisi di banyak pondok pesantren.

Namun, untuk madrasah dan sekolah umum, keputusan ini masih dalam tahap pertimbangan.

“Kebijakan ini perlu dikaji lebih lanjut, terutama dampaknya terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh,” ujar Nasaruddin.

Kekhawatiran dan Dampak pada Guru

Salah satu isu utama yang disoroti adalah dampak wacana ini terhadap gaji guru, terutama di sekolah atau madrasah swasta.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut bahwa banyak guru khawatir gaji mereka akan terpotong signifikan jika siswa diliburkan selama sebulan penuh.

“Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat Ramadan dan Idul Fitri meningkat,” jelas Satriwan.

Data menunjukkan bahwa 95 persen madrasah di Indonesia berstatus swasta, dan banyak di antaranya menghadapi keterbatasan anggaran.

Gaji guru honorer yang sudah rendah, bahkan di bawah satu juta rupiah per bulan, juga menjadi perhatian besar.

Alternatif yang Ditawarkan

Untuk mengatasi dampak negatif dari kebijakan ini, Satriwan mengusulkan beberapa alternatif.

Misalnya, memodifikasi jam belajar selama Ramadan, seperti mengurangi durasi pelajaran dari 45 menit menjadi 30-35 menit, menggeser jam masuk lebih siang, atau menambah program pembelajaran khusus Ramadan seperti Pesantren Kilat.

“Ramadan bisa menjadi momentum untuk meningkatkan literasi agama dan nilai spiritual, seperti membaca kitab suci, sejarah Islam, dan kajian tokoh. Dengan demikian, siswa tetap belajar dan mengembangkan diri tanpa harus kehilangan momen penting Ramadan,” ujarnya.

Selain itu, P2G juga mengingatkan bahwa libur selama sebulan penuh dapat menimbulkan beberapa dampak negatif.

Di antaranya adalah potensi learning loss atau penurunan capaian belajar akibat jeda panjang tanpa aktivitas pendidikan formal.

Satriwan juga menyoroti risiko meningkatnya adiksi terhadap gawai, kekerasan remaja, dan aktivitas berisiko lainnya selama libur panjang.

“Tanpa pengawasan yang memadai, siswa cenderung menghabiskan waktu di depan layar, mengakses konten negatif, atau bahkan terlibat dalam tawuran dan kekerasan. Libur Ramadan harus diimbangi dengan aktivitas yang terarah dan bermakna,” tegasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved