Misteri Makam Mbah Celeng atau Kyai Kromo Ijoyo Tergusur Tol Jogja-Solo, Dibawa Kemana?

Makam yang diyakini keramat di daerah Padukuhan Ketingan, Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Sleman bakal terdampak pembangunan jalan tol Jogja-Solo

|
Tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin
Makam Mbah Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi Kabupaten Sleman 

TRIBUNOGJA.COM - Makam yang diyakini keramat di daerah Padukuhan Ketingan, Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Sleman bakal terdampak pembangunan jalan tol Jogja-Solo.

Makam itu disebut-sebut milik Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng.

Siapa Kyai Kromo Ijoyo yang menjadi perbincangan hangat dalam beberapa hari belakangan ini?

Dari kisah yang beredar di masyarakat, Kyai Kromo merupakan salah satu pendiri Kampung Ketingan yang hidup di masa penjajahan Belanda. Ia mengungsi dan keluar dari Keraton Yogyakarta hingga hidup di Ketingan.

Konon, Kyai Kromo ini juga merupakan prajurit Pangeran Diponegoro.

Prosesi pemindahan makam Kyai Kromo itu diawali dengan ritual doa, Rabu (15/1/2025). Ritual doa dipimpin oleh putri pertama Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi.

Baca juga: Kraton Jogja Turun Tangan Pindah Makam Kyai Kromo Ijoyo yang Diterjang Tol Jogja-Solo

Gusti Mangkubumi bersama rombongan memasuki area makam dengan membawa uborampe berupa pisang dan kembang setaman, termasuk dua pohon pule.

Setelah itu, puteri Kraton Ngayogyakarta tersebut berdoa untuk memohon doa restu.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi memimpin ritual pemindahan jenazah Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng yang terdampak tol Jogja-Solo paket 2.2 di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Rabu (15/01/2025).
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi memimpin ritual pemindahan jenazah Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng yang terdampak tol Jogja-Solo paket 2.2 di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Rabu (15/01/2025). (Tribunjogja/ Christi Mahatma Wardhani)

Prosesi dilanjutkan dengan kirab bregodo yang mengapit pohon pule, menuju makam relokasi yang jaraknya tidak jauh dari situ.

Kedua pohon pule tersebut ditanam dibelakang makam relokasi.

Sebelum menanam pohon, Gusti Mangkubumi memasukkan kembang setaman ke dalam lubang yang sudah disiapkan.

Setelah itu, pohon pule dimasukkan ke dalam lubang, kemudian ditimbun tanah, lalu disiram dengan air yang sebelumnya telah disiapkan.

GKR Mangkubumi mengatakan ritual yang digelar merupakan doa bersama agar pemindahan jenazah berjalan lancar.

Menurut dia, pemindahan makam adalah hal yang sensitif. Sehingga, proses pemindahan harus dilakukan sebaik-baiknya.

“Prosesi ini untuk menghargai kawasan heritage di Jogja. Proses pemindahan makam perlu ditata dengan baik, karena pemindahan makam ini sensitif ya. Melibatkan keluarga dan tedhak turune (keturunannya), ya diproses sebaik-baiknya,” katanya usai ritual, Rabu (15/01/2025).

Baca juga: Proses Relokasi Makam Mbah Celeng Terdampak Tol Jogja-Solo Mulai Dilakukan, Diawali Ritual Slametan

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved