Kisah Mantan TKI yang Sukses jadi Juragan Keripik Tempe Sagu
Seorang warga Sungapan, Kalurahan Sriharjo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Subardi sukses merintis usaha keripik tempe sagu.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Seorang warga Sungapan, Kalurahan Sriharjo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Subardi sukses merintis usaha keripik tempe sagu.
Olahan tepung sagu dan kedelai itu dibuatnya menjadi keripik tempe sagu dengan cita rasa gurih, renyah, dan garing.
Usahanya itu kini berkembang pesat.
Subardi bahkan berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitar tempat tinggalnya.
Mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) itu turut mengajak mantan-mantan TKI untuk membantunya memproduksi tempe keripik.
Kini, usaha keripik tempe yang diberi nama UKM Keripik Satu Fito itu menjadi salah satu UMKM yang sukses mengembangkan usahanya di Bantul.
Sebelum membuka usaha keripik tempe ini, Subardi adalah seorang TKI yang bekerja di Malaysia.
Usaha keripik tempe itu baru dirintisnya setelah pulang dari perantauan.
"Saya dulu jadi TKI di Malaysia selama tiga tahun. Tapi, di sana kerja di bidang kilang minyak dan kilang alumunium," ucapnya, Rabu (25/12/2024).
Subardi mengaku usahanya ini dirintis dari uang yang ditabungnya selama menjadi TKI di Malaysia.
Pria berusia 52 tahun itu mengaku terinspirasi membuat keripik tempe dari seorang rekannya yang bekerja di Hongkong.
Saat itu keahlian meracik tempe dan tepung sagu diperolehnya dari rekannya yang bekerja di Hongkong.
"Setelah pulang (ke Tanah Air), saya tanya dan ajak teman-teman saya yang juga mantan TKI untuk buat usaha. Terus teman saya itu TKI dari Hong Kong, dia buat begini (keripik) dan saya diajari," tutur Subardi.
Sebelum memutuskan untuk membuka usaha keripik tempe di Bantul, Subardi mengaku sudah mulai belajar membuat keripik tempe skala kecil di Magelang pada 2004.
Baca juga: Momen Libur Nataru, Pengunjung GL Zoo Yogya Melonjak 3 Kali Lipat
Singkat cerita, pada 2012 lalu, Subardi memantabkan diri untuk memulai menggeluti usaha keripik tempe sagu.
Jalan berliku dihadapi Subardi untuk meraih kesuksesan seperti yang saat ini diraihnya.
Bahkan usaha keripik tempe yang dikembangkannya sempat gulung tikar saat pandemi Covid-19 lalu.
Beruntung, berkat ketekunannya, usaha keripik tempenya mulai bangkit lagi.
"Tapi, waktu Covid itu sempat nol pemasukan. Ya, alhamudulillahnya, sekarang bisa bangkit lagi," tutur dia.
Keripik tempe yang dibuat oleh Subardi ini sudah melalang buana ke sejumlah kota-kota besar di Indonesia.
Salah satunya dipasarkan hingga Banyuwangi Jawa Timur.
Subardi mengaku, momen Nataru ini penjualan keripik tempe yang dibuatnya juga mengalami peningkatan.
Jika biasanya hanya memproduksi keripik tempe sagu sejumlah 60 kilogram per hari, kini Subardi mampu memproduksi keripik tempe sagu menjadi 80-90 kilogram per hari.
"Nah, untuk harga jual keripik tempe ini bervariasi ya. Jadi mulai dari 30 ribu sampai 50 ribu. Harga jual itu bervariasi tergantung dengan beratnya," kata Subardi.
Dalam sehari ia bisa mengantongi omzet sekitar Rp1,5 juta atau sekitar Rp 45 juta per bulan.
"Tapi, omzet itu tidak menentu. Kadang naik, kadang turun. Ya mudah-mudahan, selama Nataru ini, permintaan terus meningkat," pinta dia.(nei)
Melalui Program Hibah, Universitas Alma Ata Antarkan Sedulur Bakul Jogomukti ke Era Digital |
![]() |
---|
Pertamina Dukung UMKM Kebumen Go Internasional, 6 Kontainer Keranjang Serat Alam Tembus Pasar AS |
![]() |
---|
Forum UMKM Diharapkan Jadi Wadah Kolaborasi Pelaku Usaha di Gunungkidul |
![]() |
---|
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Bantu UMKM Atasi Limbah Kain lewat Program Circular Economy |
![]() |
---|
Penutupan 13 Tahun UUK DIY, Pengunjung Disambut Jamu Gratis dari UMKM Lokal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.