Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928 di Kota Yogya, Cikal Bakal Peringatan Hari Ibu Nasional

Pada 22 Desember 1928 bergulir Kongres Perempuan pertama, yang dilangsungkan di Dalem Joyodipuran, Kota Yogyakarta.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
dok. Tribun Jogja
Podcast Diaspora, bersama Badan Kesbangpol Kota Yogya dan Tribun Jogja, di Dalem Joyodipuran, Selasa (10/12/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peringatan Hari Ibu Nasional yang diperingati setiap 22 Desember punya sejarah penting dalam pergerakan perempuan di Indonesia.

Bagaimana tidak, pada 22 Desember 1928 bergulir Kongres Perempuan pertama, yang dilangsungkan di Dalem Joyodipuran, Kota Yogyakarta.

Peristiwa sejarah nan monumental itu pun dibahas dalam Podcast Diaspora, bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Yogya dan Tribun Jogja, Selasa (10/12/24).

Sekretaris Badan Kesbangpol Kota Yogya, Widyastuti, mengatakan, kongres tersebut menjadi momentum berkumpulnya organisasi perempuan tanah air.

Bukan sebatas hadir sebagai perempuan mandiri, tetapi perempuan yang berkumpul dan membentuk sebuah organisasi kemasyarakatan khusus wanita.

"Penting bagi kita untuk mengetahui apa yang terjadi pada 22 Desember 1928, hampir 100 tahun yang lalu, di tempat ini (Dalem Joyodipuran)," urainya.

Saat itu, terang Widyastuti, berkumpul sekitar 1.000 perempuan dari Jawa dan Sumatra, yang tergabung dalam 30 organisasi, untuk urun rembug di kongres.

Sebuah effort yang luar biasa tentunya, mengingat zaman tersebut, perkembangan teknologi komunikasi maupun transportasi belum semaju sekarang.

"Tapi, ada semangat perempuan untuk berkumpul di Yogya, yang tak lepas dari dorongan untuk mencapai kemerdekaan, yang tidak selalu dengan jalur pertempuran," ungkapnya.

Baca juga: Aliansi Mahasiswa Nusantara Persembahkan Pohon Gayam di Momen Hari Ibu 22 Desember 2024

Dalam kongres, para perempuan berkumpul guna membicarakan posisinya, untuk menunjukkan bahwa perempuan dapat berkiprah di ranah publik.

Seperti diketahui bersama, pada era-era tersebut, perempuan masih dianggap berada di kelas ke sekian, yang peran dan aktivitasnya sangatlah dibatasi.

"Intinya, perempuan itu setelah remaja ya dinikahkan, melahirkan, punya anak dan berbakti pada suami, seperti itu saja siklusnya. Sekolah ngga boleh, keluar rumah juga ngga boleh," tandasnya.

Maka, dalam kongres disuarakan, bahwa perempuan punya kepentingan, dengan isu yang menurutnya sangat menarik untuk dikulik lebih jauh.

Yaitu, isu pendidikan dan pernikahan, yang kala itu menjadi keresahan bagi kalangan perempuan, karena dianggap menimbulkan ketimpangan.

"Sehingga organisasi masyarakat perempuan di Indonesia lantas menginisiasi kongres perempuan ini, untuk menyuarakannya," ucap Widyastuti.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved