Kasus Lima Truk Asal Kota Jogja Buang Sampah Rumah Tangga ke Saptosari Gunungkidul

lima truk dam diamankan polisi setelah kedapatan membawa sampah yang diduga berasal dari Kota Jogja.

TRIBUNJOGJA/Istimewa
Sampah dari Yogyakarta Dibuang ke Saptosari Gunungkidul, Lima Truk Diamankan Polisi. Penampakan truk sampah diamankan pihak kepolisian, pada Rabu (20/11/2024) 

"Melihat deponya penuh atau sedang tidak beroperasi, masyarakat lantas membuangnya di sungai atau lokasi-lokasi lain," cetusnya.

Namun, ia menyadari, masalah sampah sangatlah kompleks dan perlu ditekankan peran semua pihak, tidak hanya pemerintah kota saja.

Karena itu, kalangan swasta, seperti hotel, restoran, bahkan perguruan tinggi di Kota Yogya, seharusnya bisa mengolah sampahnya sendiri.

"Secara akademis, pola ideal itu masyarakat memilah antara organik dan residu. Sampah anorganik yang bisa terjual, kan ada pengepulnya," katanya.

"Jadi, yang masuk ke sistem pengolahan sampah pemerintah daerah hanya dua saja, organik yang susah diolah dan residu saja," urai Chandra.

4. Kota Jogja Tak Siap

Pemberdayaan masyarakat dalam memilah sampah sesuai bank sampah
Pemberdayaan masyarakat dalam memilah sampah sesuai bank sampah (Freepik)

Kabid Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogya, Ahmad Haryoko, menambahkan, edukasi 'buanglah sampah pada tempatnya' dewasa ini sudah tidak relevan lagi. 

Sebab, dengan kondisi sekarang, sampah tidak bisa hanya sekadar dibuang, karena terbukti menimbulkan problem sosial yang sangat serius.

"Edukasinya harus beralih ke 'pilahlah sampah sesuai dengan jenisnya'. Tapi, mengubah pikiran, perilaku dan kebiasaan itu tidak mudah," jelasnya.

"Ini pekerjaan kita bersama, bahwa ternyata kalau perlakuan kita terhadap sampah tidak berubah, ya tidak akan selesai itu masalah," tambah Haryoko.

Dijelaskan, permasalahan sampah di Kota Jogja bermula dari penutupan TPA Piyungan, di mana gonjang-ganjing terasa sejak kisaran 2023.

Pukulan telak lantas menghantam ketika muncul keputusan pengolahan sampah di DIY harus dilakukan secara desentralsasi, yang akhirnya memicu konflik persampahan, terutama di Kota Jogja.

"Kondisi kita belum siap 100 persen, karena tidak punya lahan, hampir seluruhnya permukiman. Apalagi, menurut UU, tempat pengolahan sampah minimal 500 meter dari permukiman," jelasnya.

Padahal, potensi sampah harian yang diproduksi di Kota Jogja dan harus diolah mencapai 300 ton, baik jenis organik maupun anorganik.

Dari jumlah tersebut, pihaknya menyiapkan pengolahan di hilir sekitar 200 ton, kemudian yang 100 ton didorong untuk diolah di hulu atau sumbernya.

"Sehingga sosialisasi dan edukasi terus dilakukan terhadap sumber-sumber penghasil sampah. Kita cegah jangan sampai 100 ton masuk ke area pengolahan," terangnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved