Pedagang Toko Kelontong Sambut Gembira Gerakan Belanja di Warung Kecil
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen membuat warganet beramai-ramai menyerukan aksi boikot pemerintah
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen membuat warganet beramai-ramai menyerukan aksi boikot pemerintah. Aksi tersebut dilakukan dengan cara menghemat belanja dan membeli produk dari warung-warung kecil.
Menurut salah satu pdagang toko kelontong di Kota Yogyakarta, Koko (38) aksi belanja di warung-warung kecil sangat bermanfaat untuk mengangkat perekonomian masyarakat kelas bawah.
“Ya setuju, kan bisa membantu masyarakat kecil. Kalau belanja di ritel kan nominal kecil kena pajak tapi kalau di toko kecil kan justru membantu pedagang kecil,” katanya, Selasa (19/11/2024).
Ia berpandangan aksi berbelanja di warung kecil seharusnya dilakukan sejak dulu.
“Ya memang harusnya begitu (berbelanja di warung kecil), jelas meningkatkan ekonomi masyarakat. Kalau semua belanja di ritel besar, ya yang kaya makin kaya,” sambungnya.
Meski saat ini marak ritel modern di Kota Yogyakarta, ia merasa tidak tersaingi. Sebab ia meyakini semua orang memiliki rezekinya masing-masing.
Baca juga: Soroti Kenaikan Tarif PPN 12 Persen, Warga Kota Yogya: Sudah Gaji Kecil, Kebutuhan Makin Mahal
Hal yang sama disampaikan oleh Sriatun (42), pedagang warung kelontong di Sleman. Sudah lebih dari 15 tahun ia menjual sembako. Ia mengakui keberadaan ritel modern sedikit mempengaruhi usahanya.
“Ya kalau warung kecil kan modalnya terbatas, barang yang dijual memang nggak selengkap ritel modern. Orang-orang ya pasti memilih ke ritel modern,” ujarnya.
Namun dengan adanya gerakan belanja di warung kecil, ia merasa senang. Sebab akan lebih banyak masyarakat yang memilih warung kecil dibanding ritel modern.
“Ya kalau memang itu dilakukan ya senang, sangat membantu pedagang kecil. Kalau laris kan muter (perputaran) uangnya lebih cepat,” lanjutnya.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Timotius Apriyanto mengungkapkan menahan belanja dalam konteks berhemat yang dilakukan oleh masyarakat sangat wajar.
Sebab saat ini hingga 2030 ke depan memang perekonomian dunia memasuki mode survival.
“Sehingga menahan belanja dalam konteks berhemat ini mekanisme survival individu dan keluarga. Semua orang sudah melakukan itu, sudah mulai makan tabungan. Rata-rata tabungan penduduk juga kan sekarang turun,” ungkapnya.
Ia mengakui gerakan menahan belanja akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab konsumsi rumah tangga merupakan penopang pertumbuhan ekonomi, selain ekspor, investasi, dan belanja pemerintah.
“Kalau konsumsi turun, tidak hanya konsumsi rumah tangga yang turun, semua turun. Saat ini pertumbuhan ekonomi kan 4,8 sampai 4,9 persen, ke depan bisa melambat. Kalau ini terjadi, yang harus menjadi perhatian bersama adalah dampaknya ke ketenagakerjaan,” imbuhnya. (maw)
Warung Kelontong di Sitimulyo Bantul Terbakar, Api Lilin yang Menyambar Minyak Jadi Pemicu |
![]() |
---|
Satu Toko Kelontong di Tegalrejo Yogyakarta Terbakar, Diduga Karena Korsleting Listrik |
![]() |
---|
Kebakaran Toko Kelontong di Bugisan Klaten Diduga Karena Korsleting Listrik |
![]() |
---|
PPN Tetap 11 Persen, REI DIY Optimis Penjualan REI Tahun 2025 Tumbuh 20 Persen |
![]() |
---|
Daftar Harga Paket Langganan Netflix Tahun 2025, Tarif Mulai Rp 54 Ribu, Tidak Kena PPN 12 Persen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.