Uniknya Dusun Wotawati di Gunungkidul, Hanya Disinari Matahari Selama 7 Jam

Matahari di Dusun Wotawati Gunungkidul baru muncul saat pukul 08.00 WIB. Pukul 15.00 WIB sinar matahari sudah tak dapat dilihat lagi.

|
Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Penampakan perumahan warga yang berada di bawah perbukitan di Pedukuhan Witowati Gunungkidul DIY. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Padukuhan Wotawati yang terletak di Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki fenomena alam yang unik, yakni matahari terbit terlambat namun tenggelam lebih cepat. 

Perkampungan ini hanya disinari matahari selama 7 jam setiap harinya. Kondisi ini membuat warganya merasakan malam tiba lebih cepat sedangkan pagi datang lebih lamban.

Dusun Wotawati berjarak sekitar 75 km dari pusat Kota Yogyakarta, sehingga membutuhkan waktu perjalanan sekitar 2,5-3 jam. 

Baca juga: Dipoles Jadi Destinasi Wisata Terpadu 2025, Ini Wajah Baru Dusun Wotawati di Gunungkidul

Perjalanan ke lokasi pun cukup menantang, karena beberapa jalan masih berupa turunan curam, melewati jalur yang berupa hutan jati. 

Namun, saat memasuki dusun tersebut,  suasana hangat dan asri langsung terasa. Rumah-rumah penduduk tertata dengan rapi dikelilingi  perbukitan yang indah.

Warganya pun sangat ramah.

Lurah Kalurahan Pucung Estu Driyono menceritakan fenomena alam unik yang dialami dusun tersebut.

Dia menyebut matahari di dusun ini baru muncul saat pukul 08.00 WIB. Pada sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB sinar matahari sudah tak dapat dilihat lagi.

"Jadi, setiap harinya hanya sekitar 7 jam saja warga di sini bisa menikmati sinar matahari. Itupun dengan catatan kondisi cuaca cerah. Kalau mendung atau musim hujan seperti ini lebih singkat lagi bisa merasakan sinar matahari," ujarnya saat ditemui di lokasi, pada Sabtu (9/11/2024).

Terhalang perbukitan

Fenomena alam unik ini, kata Estu, terjadi karena lokasi Padukuhan Wotawati berada di lembah aliran Sungai Bengawan Solo Purba yang tersembunyi di balik perbukitan tinggi. 

Posisi ini membuat sinar matahari sulit menembus dusun tersebut dan matahari terbenam lebih cepat dari desa lain karena terhalang oleh perbukitan.

"Dulunya di sini aliran Bengawan Solo, Sungai terpanjang di Jawa. Sebelum adanya pengangkatan tektonik beberapa jutaan tahun silam, Sungai ini bermuara di Pantai Sadeng, Kapanewon Girisubo, Gunungkidul. Sedangkan, saat ini sungai  berhulu di Wonogiri dan bermuara di Gresik, Jawa Timur," papar dia.

Dia menjelaskan bekas aliran Sungai Bengawan Solo Purba akibat pengangkatan tektonik tersebutlah yang  dimanfaatkan sebagai tempat tinggal bagi  masyarakat di Padukuhan Wotawati.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved