Pakar UGM Sebut Upaya Swasembada Pangan Perlu Usaha Lebih: Target Itu Tentu Tidak Mudah

Masalah klasik yang terus berulang karena sistem distribusi logistik yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari
Ilustrasi : Petani di Tegallayang, Caturharjo, Pandak 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia mencapai swasembada pangan dalam kurun waktu tiga sampai empat tahun mendatang, dengan mencetak luas lahan panen hingga empat juta hektar di akhir masa jabatannya. 

Menanggapi target swasembada pangan tersebut, Guru Besar bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM, Prof. Subejo, S.P., M.P., Ph.D., menuturkan untuk mencapai target swasembada pangan tidaklah mudah karena membutuhkan kebijakan yang tepat untuk mendukung program tersebut, mengingat sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan justru menghadapi banyak tantangan.

”Target itu tentu tidak mudah dengan segala tantangan yang ada sekarang ini,” ujar Subejo, Selasa (29/10/2024).

Tantangan pertama menurut Subejo adalah massifnya konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.

Di tengah isu perubahan iklim, konversi lahan menjadi ancaman serius dalam upaya peningkatan produksi padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia.

Kondisi ini menjadi ironi mengingat kebutuhan cetak lahan sawah diprediksi terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan padi. 

Menurut Subejo, untuk mencapai swasembada pangan, pemerintah harus memiliki kebijakan dan program yang terintegrasi, mulai dari ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi yang melibatkan berbagai Lembaga dan Kementerian di tingkat pusat dan daerah.

“Ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru bisa dilakukan dengan skala yang terbatas supaya manageable, untuk daerah-daerah yang memiliki kesesuaian tinggi agar pengembangan komoditas pertanian dapat dilakukan,” ungkap Subejo.

Baca juga: Tanggapan UGM Yogyakarta Setelah Tiga Dosennya Masuk di Kabinet Merah Putih

Hal mendesak yang juga perlu dikerjakan adalah melakukan intensifikasi di daerah basis produksi pangan, di mana selama ini intensifikasi lahan basah masih kurang dari 200 persen yang artinya baru ditanami kurang dari dua kali dalam satu tahun.

Dengan dukungan sistem irigasi yang baik, Subejo meyakini akan sangat terbuka peluang untuk meningkatkan intensitas penanaman sampai dua kali dan bahkan untuk daerah tertentu yang ketersediaan airnya memadai bisa tiga kali tanam dalam waktu satu tahun.

Permasalahan kedua terkait pasca panen yang membuat harga jeblok ketika panen raya tiba.

Masalah klasik yang terus berulang karena sistem distribusi logistik yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

Subejo beranggapan hal mendesak yang perlu dilakukan adalah pengembangan sistem informasi produksi dan distribusi pangan, termasuk hortikultura, yang melibatkan multi-stakeholders sehingga dapat terdata dengan rinci jumlah dan sebaran produk pertanian serta distribusinya.

“Dengan sistem informasi, peluang distribusi produk lebih merata sehingga stabilitas harga dapat terjamin,” ujarnya. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved