GJL Sarankan Prabowo Bentuk Kementerian Penertiban Aparatur Negara untuk Berantas Mafia Peradilan 

Riyanta mengatakan terungkapnya kasus suap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ini membuktikan bahwasanya mafia peradilan masih merajalela

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
Ketua Umum GJL, Riyanta, saat diwawancara awak media, Jumat (1/11/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gerakan Jalan Lurus (GJL) menyarankan Presiden Prabowo Subianto membentuk kementerian atau lembaga Penertiban Aparatur Negara.

Hal ini disampaikan Ketua Umum GJL, Riyanta, sebagai bentuk respon kekecewaan adanya kasus suap tiga hakim di Surabaya terkait vonis bebas terdakwa Ronald Tannur.

Riyanta mengatakan terungkapnya kasus suap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ini membuktikan bahwasanya mafia peradilan masih berkembang di tanah air.

"Kerugiannya Rp947 miliar, kemudian plus 51 kilogram emas. Menurut berita yang kami terima itu dikumpulkan sejak 2012 kemudian di dalam hasil penggeledahan juga ditemukan uang dalam amlop isinya uang untuk kasasi," kata Riyanta, saat berkunjung di Yogyakarta, Jumat (1/11/2024).

Mantan anggota Komisi II DPR RI ini turut prihatin atas temuan kasus suap tiga pengadil di Surabaya tersebut.

"Itu yang kita betul-betul prihatin, tapi kita harus optimis sebagai rakyat mendorong bagaimana Presiden Prabowo agar momen ini bisa dijadikan satu pembukaan Presiden memperbaiki situasi," terang dia.

Ia menjelaskan, jika merujuk ketentuan undang-undang itu ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Nomor 23 Tahun1959.

"Yang intinya negara saat ini dalam keadaan darurat, saya ingin kita sebagai bangsa berpikir bagaimana memberikan satu ruang kepada Presiden mengambil langkah ekstrem ddalam mensikapi  persoalan mafia peradilan," ujar Riyanta.

Hal ini didasari pada sejumlah kasus penangkapan mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar pada 2017 silam, kemudian mantan Ketua MK Akil Mochtar serta Sekjen MA periode 2011-2016 Nurhadi Abdurrachman.

Menurut Riyanta tiga pejabat petinggi komponen peradilan tersebut menjadi bukti bahwa perlu adanya tindakan ekstream oleh pemerintah untuk memberantas mafia peradilan.

Terbaru ia menyoroti tiga hakim di Surabaya yang diciduk Kejagung RI karena diduga menerima suap untuk vonis bebas terdakwa Ronald Tannur.

"Kalau mafia itu terorgainisir, ada struktur organisasi kemudian penugasan jelas. Ini bukan terorganisir, bukan hanya ini kejahatan sistemik tetapi kejahatan kemanusiaan yang ini kita bagaimana melawannya?" ungkap Riyanta.

Dia menjelaskan dahulu era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah dibentuk satgas mafia peradilan.

Di era Presiden Joko Widodo juga ada satgas mafia tanah dan BLBI, namun semua itu menurut dia tidak berjalan maksimal.

"Saya imbau pak Prabowo mumpung masih awal bagaimana kalau ditambah Kementerian Penertiban Aparatur Negara. Tugasnya khusus menertibkan aparatur nergara baik Militer, Polri kemudian penegak hukum lainnya," tegas Riyanta.

Kementerian tersebut, menurut Riyanta, diberi kewenangan melakukan penyidikan untuk mengusut kasus yang melibatkan para aparatur negara.

Pasalnya, Riyanta mengklaim bahwa institusi tersebut menjadi sarang para mafia.

"Contohnya soal kasus kepailitan. Bagaimana pengadilan niaga memutuskan pailit, kemudian ada satu kerjasama dalam tanda kutip oknum hakim pengawas, kurator dan pegawai bank," tutur Riyanta.

Ia juga menyinggung kasus pailit PT Sritex yang ramai mencuat di pemberitaan, serta soal permohonan perlindungan hukum mengenai harta pailit dan penurunan nilai diduga dialami Hotel Sing Ken Ken, di Bali.

"Seperti kasus Sritex itu perusahanan besar dinyatakan pailit itu bisa saja upaya KKN untuk bagaimana putusan kasasi dibatalkan, tidak tapi pailit kemungkinan diminta bayar uang tertentu sangat mungkin," ujarnya.

Menurut Riyanta, Presiden Prabowo Subianto belum terlambat apabila membentuk sebuah lembaga atau kementerian yang fokus untuk memberantas mafia peradilan.

"Saya kira masih memungkinkan saja. Setelah UU kementerian terdahulu itu ka gak terbatas. Bisa saja presiden buat lembaga atau kementerian untuk pencapaian visi presiden apalagi situasi ini darurat," tegas Riyanta. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved