Mengapa Siswa Sering Diminta Menyambut Penguasa saat Melintas di Jalan? Ini Kata Sosiolog

Pada dasarnya, mengerahkan siswa untuk menyambut pejabat teras boleh saja, asalkan ajakan itu tidak mengikat atau memaksa.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Tribunjogja.com/Almurfi Syofyan
Presiden Prabowo Subianto saat menyapa para pelajar dari atas Maung MV3 Garuda Limousine saat melintas di Jalan Marsma TNI Dewanto, Kompleks Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Kamis (22/10/2024). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Saat Presiden Prabowo Subianto berkunjung ke Magelang, Jawa Tengah, pada 24 Oktober 2024 lalu, ribuan siswa yang berada di Sleman maupun Magelang berjejer untuk menyapanya.

Beberapa waktu kemudian, viral di media sosial, surat permohonan untuk Dinas Pendidikan (Disdik) Sleman dari Kodim 0732/Sleman untuk mengerahkan siswa sekolah di sepanjang jalan yang dilalui guna menyambut kedatangan presiden.

Permohonan itu berdasarkan Surat Telegram Danrem 072/Pamungkas tentang kunjungan kerja Presiden RI Prabowo Subianto ke wilayah DIY dan Jawa Tengah.

Mengapa siswa acapkali diminta menyambut penguasa saat melintas di jalan?

Sosiolog Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Dr. Mukhijab, M.A, menjelaskan, permohonan pengerahan siswa untuk menyambut kedatangan presiden itu disebut sebagai fenomena empati kekuasaan.

“Dalam setiap periode kekuasaan, selalu terdapat simpatisan yang fanatik dan selalu ingin mengekspresikan dukungan terhadap penguasa yang menjadi favoritnya,” kata Mukhijab kepada Tribun Jogja, Selasa (29/10/2024).

Dia menjelaskan, oportunisme demikian sudah terjadi sejak era Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie hingga Joko Widodo.

“Ketika saya kecil dulu, model oportunisme itu tidak hanya ditunjukkan kepada pejabat negara sekelas presiden, tapi juga ketika ada gubernur atau bupati datang ke desa-desa. Itu ada pengerahan siswa untuk menyambut dan mengelu-elukan dengan bendera merah putih kecil di tangan,” bebernya.

Terkait yang terjadi di Sleman, Mukhijab mempertanyakan, apakah Dandim melakukan hal tersebut sebagai bentuk ekspresi solidaritas sesama keluarga TNI?

“Atau apalah ini gejala revitalisasi dwifungsi TNI, dimana militer melakukan integrasi peran sosial dan politik? Ataukan ini sekadar fenomena ekspresi spontan oleh pejabat sipil maupun militer untuk mendapatkan perhatian presiden baru?” tanyanya.

Ia menekankan, pada dasarnya, mengerahkan siswa untuk menyambut pejabat teras boleh saja, asalkan ajakan itu tidak mengikat atau memaksa.

Begitupun mereka yang menolak untuk menjadi tim hore tidak mendapat sanksi.

“Apabila terjadi sebaliknya, maka pengerahan siswa maupun massa menjadi problem kebebasan hak sipil dalam kerangka demokrasi,” tukas dia. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved