Peran Ormas Keagamaan dalam Memperjuangkan Kelestarian Lingkungan

PW Fatayat NU, PW IPNU dan PW IPPNU DIY berkolaborasi dalam peringatan Hari Santri Nasional 2024 telah menyelenggarakan talkshow lingkungan.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
PW Fatayat NU, PW IPNU dan PW IPPNU DIY berkolaborasi dalam peringatan Hari Santri Nasional 2024 telah menyelenggarakan talkshow lingkungan. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pada Minggu (27/10/2024), PW Fatayat NU, PW IPNU dan PW IPPNU DIY berkolaborasi dalam peringatan Hari Santri Nasional 2024 telah menyelenggarakan talkshow lingkungan dengan tema “Peran Ormas Keagamaan dalam Memperjuangkan Kelestarian Lingkungan” yang dilaksanakan pukul 10.00-12.30 WIB bertempat di Kampung Mataraman. Yogyakarta.

Dalam acara tersebut, hadir empat narasumber dengan berbagai latar belakang yaitu Yuyun Sriwahyuni, Ph.D. Staf Pengajar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mendalami ilmu Global Gender Studies, Zaimatus Sa'diyah, Ph.D Cand., Staf Pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kudus yang mendalami ilmu “Religion and Ecologi”, Apt. Wahyudi Anggoro Jati, S.Farm., Kepala Desa Panggungharjo yang sudah melakukan aksi pengelolaan sampah di Desa Panggungharjo, serta Ahmad Rahma Wardhana, M.Si., Tim Penulis Buku “Fiqih Energi Terbarukan”.

Talkshow diawali dengan paparan Ahmad Rahma Wardhana, M.Si. yang menyampaikan bahwa Buku “Fiqih Energi Terbarukan” lahir dari hasil bahtsul matsail yang membahas soal isu-isu lingkungan lengkap dengan dalilnya. Energi terbarukan sangat memungkinkan untuk digunakan. Penyumbang terbesar emisi rumah kaca 33 persen yaitu batu bara. 

Hal ini disambut luar biasa dalam Muktamar NU ke-34 pada tanggal 22-24 Desember 2021 di Lampung yang kemudian keluar rekomendasi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar batu bara. 

“Pemerintah perlu bersama dengan para pengusaha untuk menyiapkan rencana dan menjalin kerjasama internasional untuk akselerasi transisi ke energi terbarukan dan mencapai proporsi EBT minimal 30 % pada tahun 2025 serta net zero emisi pada tahun 2045. Pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai tahun 2022 dan pengurangan produksi batubara mulai tahun 2022 serta early retirement/phase out PLTU Batu Bara pada tahun 2040 untuk mempercepat proses transisi energi yang berkeadilan, demokratis dan terjangkau.” 

Dampak perubahan iklim yang dirasakan setiap orang akan berbeda-beda, tetapi 5-10 tahun lagi akan semakin terasa. 

Saat ini banyak antibiotik tidak manjur lagi karena mikroba sudah beradaptasi dampak perubahan iklim, padahal mengembangkan antibiotik butuh belasan tahun, sementara bakteri dan virusnya sudah makan korban ribuan manusia. 

Dan menurut riset yang dilakukan oleh para ahli lingkungan di dunia dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang tertulis dalam 3000 halaman mengatakan bahwa perubahan iklim yang terjadi karena ulah manusia bukan alami karena bumi yang sudah tua. 

Pada saat itu orang akan sadar apakah masih menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil atau beralih menggunakan energi terbarukan.  

Zaimatus Sa'diyah, Ph.D. Cand. menyampaikan bahwa Kenapa bumi semakin rusak? Karena merasa bahwa agama itu semakin jauh dari hidup kita. Kita sering menganggap bahwa ibadah kita tidak ada urusannya dengan urusan lingkungan kita. 

Yuyun Sriwahyuni, Ph.D. menyampaikan bahwa segitiga gunung es perempuan merupakan siklus paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan itu. Ada pembagian kerja ranah publik dan domestik.  

Kerja domestik lebih banyak dilakukan perempuan. Di Kalimantan air terkontaminasi limbah batu bara dan itu sampai masuk ke rumah-rumah. Perempuan lebih banyak membutuhkan air bersih. 

Penyakit yang ditimbulkan dari mutase genetik, tugas keperawatan tugas perempuan. Di rumah yang paling berdekatan dengan sampah adalah perempuan. Dampak kerusakan lingkungan yang dirasakan perempuan dobel-dobel, tidak hanya terdampak struktur tapi juga sisi-sisi lain. 

Tugas menyiapkan makanan adalah tugas perempuan, ketika kerusakan lingkungan semakin parah, air dan sumber makanan tidak bisa diakses dengan mudah. 

Perempuan harus berjalan berkilo-kilo dan tidak terjamin keamanannya untuk mendapatkan air dan sumber makanan. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved