Liputan Khusus
Kotagede dan Umbulharjo Rawan Terdampak Gempa Megathrust
Hasil penelitian menunjukkan dua kemantren di Kota Yogyakarta masuk kategori rawan terdampak gempa megathrust, yakni Kotagede dan Umbulharjo
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Hasil penelitian menunjukkan dua kemantren di Kota Yogyakarta masuk kategori rawan terdampak gempa megathrust, yakni Kotagede dan Umbulharjo, yang secara geografis, lokasinya berdekatan dengan sesar Opak-Oya. Upaya mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi kunci dalam menghadapi potensi bencana itu.
Kepala Bidang Pencegahan Kesiapsiagaan dan Data Informasi Komunikasi Kebencanaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogya, Aki Lukman Nor Hakim, mengatakan, kondisi tersebut membuat dua kemantren itu berpotensi mengalami kerusakan paling parah ketika gempa megathrust melanda. Ditambah lagi, dengan kondisi permukiman di Kota Yogya yang cenderung padat penduduk, dampak dari gempa pun dipastikan bakal sangat terasa.
"Berdasarkan analisis dari sesar Opak-Oya, dampak terbesar megathrust ada di dua wilayah itu. Kalau tsunami, insyaAllah tidak, karena terbentur tebing di Bantul. Tapi, kalau dampaknya, Kota Yogya tetap kena," katanya, Kamis (10/10/2024).
Sementara, Staf Operasional Pusat Gempa Bumi Regional 7 BMKG, Said Kristiawan, menandaskan, selaras hasil penelitian, wilayah Kotagede berpotensi merasakan kekuatan guncangan cukup besar. Menurut hasil analisisnya, kekuatan, struktur batuan, hingga kondisi tanah, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan guncangan.
"Kalau di kota, memang jauh dari garis pantai. Tapi, gempa megathrust bisa menimbulkan goncangan yang signifikan. Sehingga, hal utama yang harus menjadi fokus adalah merealisasikan penguatan bangunan, serta fasilitas tempat berkumpul dan evakuasi," ungkapnya.
Baca juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X: Ucapan Selamat dan Tanggung Jawab Baru untuk Prabowo Subianto
Dijelaskan, gempa megathrust merupakan hasil penelitian Pusat Studi Gempa Nasional yang bernaung di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak 2017 lalu. Berdasarkan hasil kajian tersebut, potensi gempa megathrust di Yogyakarta bisa mencapai kekuatan maksimal magnitudo 8,7, khususnya di wilayah selatan atau kawasan pesisir.
"Tapi, belum tentu terjadi sekaligus. Bisa jadi dicicil gempanya, kecil-kecil. Itu yang kami harapkan kejadian megathrust ini tidak seperti apa yang kita hasilkan dari penelitian, tidak sekaligus menjadi kejadian gempa yang signifikan," jelasnya.
Namun, bagaimanapun juga, pihaknya berharap, mencuatnya isu megathrust bisa mendorong kesadaran dan kewaspadaan semua pihak. Dalam artian, seluruh masyarakat dan komponen pemerintahan harus memahami kondisi lingkungan, beserta potensi bahaya yang mengintai.
"Semua harus bisa merespons cepat. Fokus utama, terutama di perkotaan, penguatan bangunan. Jadi, isu megathrust ini harusnya bisa memotivasi kita untuk lebih paham dan tahu, bagaimana cara memitigasinya," pungkasnya.
Kewaspadaan
BPBD Kota Yogya memperkuat kewaspadaan potensi gempa megathrust di kalangan masyarakat, di antaranya, melalui agenda Sosialisasi Mitigasi Gempa Bumi dan Megathrust yang dilaksanakan di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/10) lalu. Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogya, Nur Hidayat, mengatakan bahwa membangun kesadaran warga terkait mitigasi bencana merupakan hal yang sangat penting. Sebab, belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, potensi bencana itu akan selalu ada dalam dimensi yang luas.
"Selama ini, adanya korban jiwa maupun kerugian lain ketika terjadi bencana justru banyak yang disebabkan karena kurang pemahaman terkait kesiapsiagaan, bukan karena dampak langsung," katanya.
Mengenai potensi gempa megathrust, Kota Yogya memang sangat kecil peluangnya untuk dilanda tsunami, lantaran jaraknya jauh dari kawasan pesisir. Namun, sumber daya manusia dengan kemampuan mitigasi, simulasi dan kesiapsiagaan bencana, harus disiapakan untuk mengantisipasi goncangan.
"Dengan kondisi lingkungan di Kota Yogya yang permukimannya padat dan banyak jalan-jalan sempit, maka mitigasi mengenai titik kumpul, jalur evakuasi, siapa akan berperan sebagai apa, itu harus dipersiapkan," ungkapnya.
Kepala Bidang Pencegahan Kesiapsiagaan dan Data Informasi Komunikasi Kebencanaan BPBD Kota Yogya, Aki Lukman Nor Hakim, menambahkan, sejak isu megathrust mencuat, pihaknya menerima banyak permintaan sosialisasi. Oleh sebab itu, dalam agenda kali ini, BPBD pun menggandeng pemerintahan di tingkat kelurahan dan kecamatan, serta perwakilan rumah sakit dan sarana pendidikan.
"Karena kami tidak bisa mendatangi satu per satu. Maka kami gelar sosialisasi ini, tujuannya supaya materi bisa benar-benar sampai ke bawah," jelasnya.
Data BPBD, sejauh ini sudah ada 169 kampung tangguh bencana (KTB) yang terbentuk di Kota Yogya. Masing-masing telah diberi edukasi dan pelatihan kebencanaan, khususnya terkait gempa bumi. Hal ini dianggap akan memudahkan mitigasi dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Kelompok rentan
Pemkot Yogya bersama BMKG belum lama ini juga mensosialisasikan mitigasi risiko gempa megathtrust bagi kelompok rentan dan kader perempuan di wilayahnya. Melalui kegiatan tersebut, para peserta dari Kader PKK, disabilitas dan relawan diharapkan bisa melakukan mitigasi bencana gempa megathrust, baik sebelum, saat, maupun setelah kejadian.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perlindungan Perempuan (P3) DP3AP2KB Kota Yogya, Ria Rinawati, mengatakan, berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Kota Yogya masuk kategori sedang dengan skor 69.46. Selain itu, Kota Yogya memiliki tujuh potensi ancaman bencana, antara lain banjir, cuaca ekstrim, wabah penyakit, kegagalan teknologi, kekeringan meteorologi, gempa bumi, serta letusan gunung api.
"Ini menjadi perhatian bersama, agar kelompok rentan dan kader perempuan di wilayah Kota Yogya dapat menanggulangi dan paham cara antisipasi jika terjadi bencana di kemudian hari," katanya.
Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY membentuk satuan tugas (satgas) bencana alam. Satgas tersebut dibentuk agar industri perhotelan siap menghadapi bencana. Apalagi, setelah ada isu megathrust dan gempa bumi di Gunungkidul beberapa waktu lalu.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan satgas bencana alam merupakan upaya PHRI DIY untuk meyakinkan wisatawan bahwa hotel di DIY siap memberikan keamanan dan kenyamanan. Itulah sebabnya, PHRI DIY menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY untuk memberikan pelatihan dalam menghadapi bencana.
Ia menerangkan satgas bencana alam PHRI DIY akan melakukan verifikasi anggota untuk melihat apakah hotel maupun penginapan sudah dilengkapi tanda evakuasi, petunjuk lainnya atau belum. Termasuk, kesiapan hotel dan penginapan dalam menyiapkan tangga. Hal tersebut perlu disiapkan sebelum mengikuti pelatihan. Sehingga, SDM yang ada di industri perhotelan benar-benar siap dalam menghadapi bencana.
“Memang benar-benar harus disiapkan, sehingga jika terjadi bencana itu tidak gagap. Tidak dapat dipungkiri bencana bisa terjadi, tetapi paling tidak, sudah bisa mengantisipasi. Supaya wisatawan juga tahu kalau penanganan, pencegahan, dan evakuasi di hotel-hotel di DIY sudah terlatih,” terangnya.
Saat ini, baru sekitar 25 persen hotel di DIY yang mengikuti pelatihan bencana alam. Ia berharap secara bertahap seluruh hotel bintang dan non bintang di DIY bisa mengikuti pelatihan bencana alam. (aka/maw)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.