Nicholas Saputra Berbagi Cerita di Kampus UGM, Kenang Awal Berakting hingga Ditentang Orangtua
Nico juga menuturkan jurusan yang diambilnya saat kuliah yakni arsitektur, bahkan terbilang cukup jauh dari profesinya saat ini.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sejak membintangi film 'Ada Apa dengan Cinta?' bersama Dian Sastrowardoyo, popularitas Nicholas Saputra sebagai aktor terus melejit sampai saat ini.
Kini, Nico tak hanya berakting di depan layar, Dia juga menjadi produser di sejumlah proyek film dan teater.
Namun siapa sangka, ternyata Nicholas Saputra tak pernah mempelajari seni peran secara formal.
Kecintaan Nico terhadap dunia film dan seni peran telah muncul sejak masa remaja.
Semasa SMA, dirinya telah mulai bermain film dan menjadi aktor.
Namun, minat Nico sempat mendapat pertentangan dari kedua orangtuanya.
“Waktu itu memang tidak disetujui orangtua, saya dikunciin dari rumah karena telat pulangnya, karena latihan buat film,” kenang Nico saat mengisi acara #GenerasiCampus Roadshow di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (10/9/2024).
Nico juga menuturkan jurusan yang diambilnya saat kuliah yakni arsitektur, bahkan terbilang cukup jauh dari profesinya saat ini.
Ketika ditanya apakah dirinya merasa gagal lantaran tak lanjut jadi arsitek kendati telah mempelajari ilmunya, Nico dengan tegas menjawab tidak.
Baca juga: Mahasiswa UGM Kembangkan Media Pembelajaran Interaktif untuk Anak Gangguan Mental
Bagi Nico, ilmu yang didapatkannya dari bangku perkuliahan justru berguna untuk profesinya sekarang.
“Justru, saya berhasil menemukan ilmu yang bisa bermanfaat untuk saya bekerja sebagai pemain film, sebagai produser dan pencipta,” tambahnya.
Nico menjumpai kemiripan antara arsitektur dengan seni peran dari segi keilmuan.
Kendati awalnya tak punya bayangan tentang dunia arsitek, dia merasa bidang itu familiar dengan dunia akting yang telah terlebih dahulu digelutinya.
“Arsitektur yang menggabungkan hal berbau teknis dan seni adalah sesuatu yang familiar bagi saya ketika saya bermain film, dan itulah yang terjadi. Ketika saya belajar arsitektur, saya lebih mudah memahami karena saya pernah main film. Begitu pula sebaliknya,” tutur Nico.
“Belakangan saya baru temui, ternyata ini (arsitektur dan film) adalah dua hal yang paling mirip keilmuannya. Proses mencipta dari tidak ada menjadi ada, dengan kompleksitas yang begitu banyak, dari segala macam unsur seni dan teknis yang digabungkan menjadi satu, makin ke sini makin mirip,” lanjutnya.
Bedanya, ujar Nico, jika arsitektur menciptakan ruang, film menciptakan gambar dan suara. Namun, dengan keluaran yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan dari proses berpikir, metodologi pemikiran, dan tanggung jawab publik yang besar.
“Saya merasa beruntung menemukan kemiripan itu. Jadi, keduanya bisa saling membantu saya dalam berproses, dalam kuliah maupun dalam pekerjaan. Makanya ketika dibilang salah jurusan, sebenarnya saya yakin kita enggak akan pernah salah jurusan,” tegas Nico.
“Kecuali masuk angkot yang salah kali, ya?” celetuk moderator.
“Masuk angkot yang salah pun kadang-kadang menyenangkan, kalau kita akan nyasar-nyasar sedikit ke Kaliurang,” canda Nico yang disambut gelak tawa penonton.
Bagi Nico, pembuatan film merupakan sebuah proses yang sangat ajaib.
Kesan itu telah diperolehnya sejak hari pertama dirinya menjalani syuting di masa remaja.
“Saya merasa ada sesuatu yang berbeda ketika hari pertama syuting. Itu adalah sebuah proses magical, sebuah proses yang menurut saya sangat ajaib. Kita menciptakan sebuah dunia, it’s a god-like system, bagaimana kita menciptakan sebuah karakter, cerita, dan itu berasa sekali energinya waktu hari pertama saya syuting,” paparnya.
Adapun terkait passion-nya di dunia seni peran, Nico baru menyadari kedalaman maknanya di kemudian hari.
“Saya rasa passion bukan hanya kesenangan atau hal yang membuat kita senang. Passion itu harus diuji, dia harus melalui gagal, melalui sukses, melalui sedih, melalui berbagai macam proses dan kita tetap mau melakukan itu, baru saya setuju itu adalah passion. Jadi, itu pun saya tahunya belakangan,” pungkasnya.
#GenerasiCampus Roadshow adalah acara kolaborasi Narasi dan Grab. Mengusung judul POV/XYZ: Generasi Bicara Generasi, acara ini bertujuan untuk mengajak generasi muda dan generasi sebelumnya bertukar insight dan saling menggali potensi diri, serta saling memahami dan mendukung.
Selain digelar untuk mahasiswa Jogja, acara ini akan segera digelar di Malang, Bandung dan Jakarta, hingga Oktober mendatang. (*)
Status Mahasiswa Magister UGM Kampus Jakarta Jadi Aktor Intelektual Pembunuhan Kacab Bank |
![]() |
---|
UGM Nonaktifkan Mahasiswa Pelaku Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
98,8 Persen Siswa SMAN 3 Yogyakarta Tembus Perguruan Tinggi Impian, Mayoritas ke UGM |
![]() |
---|
Dibintangi Nicholas Saputra, 'Siapa Dia' Merangkai Kisah Cinta dan Sejarah Budaya Lewat Film Musikal |
![]() |
---|
Pakar UGM: Soal Royalti, Perlu Transparansi Pengelolaan Dananya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.