Dosen dan Dewan Guru Besar UGM Prihatin Putusan MK Diabaikan: KPU Harus Jaga Marwah
Manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen terkait peristiwa itu jelas merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dosen dan dewan guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) prihatin dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) diabaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Demokrasi Indonesia menghadapi masalah yang serius, yang ditandai ketegangan hukum, manipulasi politik yang dapat berisiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni, Arie Sujito, Rabu (22/8/2024).
Dia mengatakan, peristiwa manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen terkait peristiwa itu jelas merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi.
Menyikapi situasi darurat ini, para dosen Universitas Gadjah Mada menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam segala bentuk intervensi terhadap lembaga legislatif dan yudikatif yang ditujukan untuk memanipulasi prosedur demokrasi sebagai sarana melanggengkan kekuasaan;
2. Menolak berbagai bentuk praktik legitimasi praktik kekuasaan yang mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat;
3. Mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat dan berkeadilan dan sesuai kaidah hukum yang benar dan adil;
4. Mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjaga marwah dan prinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat dengan berpegang teguh pada tatanan aturan hukum yang ditetapkan, termasuk mematuhi dan menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum; dan
5. Mengajak semua lapisan masyarakat sebagai subjek demokrasi untuk berkonsolidasi dan berpartisipasi aktif menyelamatkan Demokrasi Indonesia.
Sementara, Dewan Guru Besar UGM dengan pengurus dan anggota Prof. Dr. M. Baiquni, MA., Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP., Prof. Dr. Masyhuri, MSc., Prof. Dr. Lasiyo, MM dan Prof. Dr. Koentjoro, MA turut menyuarakan keprihatinannya melihat kondisi konstitusi Indonesia yang carut marut.
Baca juga: Puluhan Dosen Fisipol dan Hukum UGM Ikut Turun ke Jalan dalam Aksi Kawal Putusan MK di Yogyakarta
Mereka menyebut perkembangan negara Indonesia mengarah pada kemunduran demokrasi.
“Ketegangan yang terjadi di para elit politik di antara lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif memperlihatkan bahwa semangat para pemimpin politik lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek dan diri sendiri ketimbang kepentingan rakyat dan warga Indonesia pada umumnya yang masih menghadapi kesulitan ekonomi dan ketidakpastian global,” beber mereka dalam keterangan resmi.
Menurut mereka, tanggapan reaktif Badan Legislatif di DPR terkait putusan MK menunjukkan betapa instrumen perundangan sudah dijadikan sebagai alat mengejar kepentingan politik parokial dan jangka pendek seraya mengabaikan keinginan rakyat bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat di tanah air.
Menyikapi situasi darurat ini, kami para anggota DGB Universitas Gadjah Mada menyatakan sikap sebagai berikut:
dosen
Guru Besar
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Mahkamah Konstitusi (MK)
UGM Ukur Kinerja Digital 508 Daerah, Inilah Daftar yang Jadi Terbaik |
![]() |
---|
Kabar Gembira! Gaji Guru, Dosen, Penyuluh hingga TNI-Polri Resmi Naik Usai Perpres 79/2025 Disahkan |
![]() |
---|
Fenomena Job Hugging, Ini Alasan di Baliknya Menurut Guru Besar Fisipol UGM |
![]() |
---|
Ini Pertimbangan MK Tidak Terima 4 Perkara Gugatan Uji Formil UU TNI |
![]() |
---|
Dosen FEB UGM Ungkap Alasan CHT Perlu Dinaikkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.