Ribuan Hektare Lahan Pertanian di DIY Terancam Gagal Panen Imbas Kekeringan, Ini Kata BPBD DIY
Ribuan hektare lahan pertanian, terutama tanaman padi, kacang tanah, dan jagung, mengalami kekeringan parah hingga gagal panen.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kekeringan yang berkepanjangan akibat fenomena El Nino telah mengakibatkan dampak yang sangat signifikan terhadap sektor pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya di Kabupaten Gunungkidul.
Ribuan hektare lahan pertanian, terutama tanaman padi, kacang tanah, dan jagung, mengalami kekeringan parah hingga gagal panen.
Berdasarkan laporan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan sebutan POPT, komoditas padi menjadi yang paling terdampak.
Hingga akhir Juli 2024, tercatat sekitar 1.153 hektare lahan padi mengalami kekeringan, dengan 412 hektare di antaranya mengalami gagal panen total.
Dari total luas lahan padi yang gagal panen, Kapanewon Semin menjadi wilayah yang paling parah terdampak dengan luas mencapai 242 hektare.
Disusul kemudian oleh Kapanewon Ngawen (92 ha), Gedangsari (24 ha), Patuk (35 ha),Dlingo dan Ponjong (masing-masing 5 ha), serta Nglipar (9 ha).
Tidak hanya padi, tanaman jagung juga mengalami nasib yang sama. Sebanyak 135 hektare lahan jagung di Kapanewon Saptosari dilaporkan gagal panen akibat kekurangan air.
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu kepastian dana dari pemerintah pusat untuk mengatasi kekeringan yang terjadi di wilayah DIY khususnya Gunungkidul.
Baca juga: Pemda DIY Siapkan Dana Darurat Antisipasi Meluasnya Dampak Kekeringan
Noviar menjelaskan bahwa ada dua jenis dana yang sedang diajukan ke pemerintah pusat. Pertama, dana untuk pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Kedua, dana siap pakai yang akan digunakan untuk penyaluran bantuan air bersih, terutama di wilayah Gunungkidul yang paling terdampak.
"Namun, hingga saat ini kami belum mendapatkan informasi pasti mengenai jumlah dana siap pakai yang akan diberikan," imbuhnya.
Pertanian Belum Tercover
Terkait dengan sektor pertanian yang juga terdampak kekeringan, Noviar mengungkapkan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"BNPB menawarkan alternatif bantuan berupa pembuatan sumur bor. Namun, kami masih perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan dan efektivitasnya," ujarnya.
Noviar juga menyoroti bahwa dampak kekeringan tidak hanya terbatas pada kebutuhan air bersih untuk rumah tangga,tetapi juga berdampak pada sektor pertanian yang berpotensi menyebabkan gagal panen dan krisis pangan.
"Namun,hingga saat ini kami belum melihat adanya potensi krisis pangan yang signifikan karena masih bisa diatasi dengan bantuan dari pemerintah kabupaten dan provinsi tetangga," jelasnya.
Noviar menambahkan bahwa masing-masing kabupaten/kota di DIY juga memiliki BTT sendiri yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak kekeringan.
"Saat ini, BTT kabupaten masih cukup untuk menanggulangi kebutuhan mendesak seperti penyediaan tangki air bersih. Pemerintah provinsi baru akan menggunakan BTT jika anggaran kabupaten sudah habis," terangnya.
Hingga saat ini, BPBD DIY telah mendistribusikan sebanyak 700 tangki air bersih ke wilayah yang terdampak kekeringan.
"Kemudian di kapanewon ada sekitar 2000 tangki, itu pakai anggaran rutin mereka. Ketika (anggaran) kabupaten sudah habis, baru (pakai anggaran) provinsi," tandasnya. (*)
BPBD DIY Catat 62 Laka Laut Hingga Akhir Agustus 2025, 10 Nelayan Dilaporkan Meninggal |
![]() |
---|
Terdampak Kekeringan Sejak Juni 2025, Warga Desa Tlogowatu Klaten Terpaksa Beli Air Secara Mandiri |
![]() |
---|
Jelang Musim Hujan, Ini Kawasan Rawan Potensi Bencana Hidrometeorologi di DIY |
![]() |
---|
BPBD Gunungkidul Pertimbangkan Tak Perpanjang Status Siaga Kekeringan Tahun Ini |
![]() |
---|
Imogiri Masuk Peta Rawan Banjir, BPBD DIY Perbarui Peta Bencana Hidrometeorologi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.