Berita Pendidikan Hari Ini

Peneliti BRIN Ungkap Potensi Kotoran Sapi Jadi Biogas, Ciptakan Warga Mandiri Energi

Kotoran sapi yang biasanya dianggap sebagai limbah telah diubah jadi biogas tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menyediakan solusi energi efisien

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Freepik
Ilustrasi 

Pengolahan kotoran sapi menjadi biogas sekilas terlihat mudah, tapi hingga tahun 2024 ini, inovasi tersebut belum masif digunakan di area Sleman.

Neni menilai untuk memasifkan pemanfaatan kotoran sapi jadi biogas, perlu ada iming-iming intensif untuk peternak, bahkan ke petani.

“Untuk jadi satu pembangkit biogas, bisa saja bayar peternak untuk memberikan kotoran. Misalnya, per kg kotoran sapi diberi intensif berapa. Peternak akan semangat dan mau menyetor kotoran itu. Kotorannya jadi datang sendiri dan pengelola mudah mendapatkan kotoran,” beber dia.

Untuk petani misalnya, jika mereka juga bisa menyetor kotoran sapi, mereka bisa mendapatkan insentif pupuk cair dan lain sebagainya.

Menurut Neni, dengan sistem ekonomi yang seperti ini, mereka akan tergerak hatinya mensukseskan pengolahan kotoran sapi dan menjadi lebih sejahtera.

“Semua itu bisa didorong kog, asal memang mau,” terangnya.

Tekan Emisi Gas Rumah Kaca

Dari langkah kecil, mengolah kotoran sapi menjadi biogas, nyatanya bisa berdampak besar untuk penyelamatan bumi dari perubahan iklim.

Neni menjelaskan, kotoran sapi yang diolah menjadi biogas bisa menekan emisi gas rumah kaca. Itu adalah penyumbang utama pemanasan global dan perubahan iklim yang kini sedang dialami bumi yang kita tinggali.

Panas-panas yang masuk tak bisa keluar dan terus-terusan memantul di bumi, menjadikan suhu bumi menjadi lebih hangat.

Menghangatnya suhu global itu tentu menimbulkan perubahan kondisi lingkungan bumi, terutama kekacauan pola cuaca dan iklim.

“Kalau dia tidak diolah, akan merugikan banyak pihak karena kotoran itu akan mendarat dimana-mana kan? Bisa di air atau tergeletak begitu saja. Kotoran sapi itu mengandung bakteri anaerobik yang bisa menghasilkan gas metana,” jelas Neni.

Gas metana atau CH4, dijelaskannya, merupakan gas rumah kaca utama yang berpotensi menyebabkan pemanasan global 25 kali lebih besar dibanding karbon dioksida atau CO2 pada jumlah yang sama dalam periode 100 tahun.

Begitu dikendalikan, jelasnya, potensi itu akan berkurang karena gas metana tadi ada di dalam biodigester. Metana itu kemudian jadi bahan bakar yang dibakar menjadi energi, bisa untuk jadi api orang memasak.

“Orang memasak gudeg, kemudian gudeg bisa dijual. Nah, emisi yang ada tinggal CO2, yang jauh lebih kecil efeknya. Pengelolaan yang sepantasnya, bisa mengurasi emisi gas rumah kaca itu,” terangnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved