Berita Pendidikan Hari Ini
Peneliti BRIN Ungkap Potensi Kotoran Sapi Jadi Biogas, Ciptakan Warga Mandiri Energi
Kotoran sapi yang biasanya dianggap sebagai limbah telah diubah jadi biogas tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menyediakan solusi energi efisien
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Di tengah upaya global untuk mencari sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, inovasi kecil tapi berharga muncul dari Sleman, Yogyakarta.
Selama satu dekade terakhir, kotoran sapi yang biasanya dianggap sebagai limbah telah diubah menjadi biogas yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menyediakan solusi energi yang efisien bagi masyarakat setempat.
Masyarakat di Dusun Balong Wetan, Umbulharjo, Sleman secara konsisten mengelola kotoran sapi agar bisa menjadi nyala api di kompor-kompor dapur rumah pribadi.
Mereka bahkan mengakui, penggunaan biogas bisa membuat mereka mengurangi ketergantungan membeli tabung elpiji.
Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr.rer.nat. Neni Sintawardani menjelaskan, pengolahan kotoran sapi menjadi biogas adalah bukti konsistensi masyarakat Sleman menuju warga mandiri energi.
“Untuk membuat kotoran sapi menjadi biogas itu butuh komitmen tinggi dari berbagai pihak. Karena biasanya, kotoran sapi akan lebih cepat kalau digunakan untuk pertanian, yang lebih menguntungkan, lebih cepat prosesnya. Peternak tidak perlu menumpuk kotoran terlalu banyak,” kata Neni kepada Tribun Jogja, Selasa (13/8/2024).
Untuk menciptakan biogas dari kotoran sapi, setidaknya satu peternak perlu memiliki empat ekor sapi agar kotoran yang dikeluarkan cukup banyak.
Jumlah kotoran dari empat ekor sapi itu dirasa signifikan untuk dijadikan biogas, ketimbang disalurkan untuk pupuk petani, yang diprediksi akan terlalu banyak hingga terbuang percuma.
“Biogas dari kotoran sapi itu sebenarnya sedikit teknologi banyak manajemennya, termasuk berapa besar biodigester (tempat kedap udara), berapa peternak yang dibutuhkan, dimana kandang sapinya, dimana membuang kotorannya. Jadi, bagaimana mengumpulkan kotoran sapi itu bisa jadi salah satu bagian dari manajemen tersebut,” kata Neni.
Dijelaskannya, biodigester yang akan jadi tempat bakteri anaerob mengolah kotoran sapi itu juga tidak bisa terlalu besar, apalagi terlalu kecil.
Pembuatan biodigester perlu memperhatikan aspek jumlah kotoran sapi yang ada.
“Itu juga bisa dijadikan satu unit usaha tersendiri. Perlu ada manajemen khusus, baik dari kalangan sendiri atau pihak lain. Kalau sudah ada manajemen khusus, itu nanti bisa jadi satu unit pembangkit biogas,” ungkapnya.
Adanya satu unit pembangkit biogas itu bisa membuat warga menjadi lebih hemat dan tak perlu membeli elpiji lagi.
Perlu Iming-iming Insentif
1.300 Pelari Ramaikan Jogja Heritage Fun Run, Peringati Dies Natalis ke-66 UPNVY |
![]() |
---|
UII Tegaskan Rekrutmen Dosen Tetap di Situs Tak Resmi adalah Hoax |
![]() |
---|
UIN Sunan Kalijaga Kuatkan Karakter Moderat dan Inklusif Mahasiswa |
![]() |
---|
Intip Arsip Cetak Grafis di Zaman Kolonial dalam Festival Trilogia di ISI Yogyakarta |
![]() |
---|
Berawal dari Memijat, Alumni UNY Ini Bisa Raih Gelar Doktor di Usia 25 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.