DPD PDI Perjuangan DIY Gelar Refleksi Peristiwa Kudatuli, Kisah Kader Lari ke Gunung Pun Terungkap

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah saksi sejarah yang membuka ingatan, bahwa peristiwa Kudatuli yang terjadi di Jakarta pada 26 Juli 1996.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar acara peringatan 28 tahun silam, peristiwa Kudatuli dengan tema Bersatu Padu Raih Kemenangan, di Kantor DPD Perjuangan DIY, Jumat (26/7/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar acara peringatan 28 tahun silam, peristiwa Kudatuli dengan tema Bersatu Padu Raih Kemenangan, di Kantor DPD Perjuangan DIY, Jumat (26/7/2024).

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah saksi sejarah yang membuka ingatan, bahwa peristiwa Kudatuli yang terjadi di Jakarta pada 26 Juli 1996 turut membuat situasi kantor DPD PDI di DIY juga mengalami kericuhan.

Ketua DPD PDI Perjuangan DIY, Nuryadi mengisahkan apa yang terjadi saat itu. Kericuhan terjadi ketika orang-orang PDI Soerjadi yang ditengarai suruhan penguasa Orde Baru berusaha menyusup ke kantor DPD PDI DIY.

"Malam ini kita ngelumpuke balung pisah (menyatukan kembali keluarga) untuk menumbuhkan semangat perjuangan. Ini bukti sejarah PDI Perjuangan, partai pertama yang menggerakkan Reformasi. Kudatuli itu rentetan awal gerakan Reformasi," ungkap Nuryadi.

Menurutnya, PDI Perjuangan punya sejarah menumbangkan orde baru. "Kalau sekarang ada riak-riak penguasa atau siapa pun berusaha menganggu PDI Perjuangan, kita anggap kecil, tidak soal bagi kami," ujar Nuryadi.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah keluarga dari tokoh PDI Perjuangan DIY, Katin Subiyantoro dan Tarigan Sibero.

Titik, keponakan dari Katin Subiyantoro bercerita, saat kemelut Kudatuli pecah, Pak Katin dan Pak Tarigan mengalami intimidasi dan tekanan luar biasa dari aparat sampai harus bersembunyi dari satu tempat ke tempat lain setiap hari.

"Pak Katin dan Pak Tarigan dulu sembunyi ke gunung, tiap hari ada yang mengantarkan baju ganti. Karena tempatnya pindah-pindah. Sampai akhirnya menemui ke aparat, setelah itu saya tidak tahu Mas Nuryadi mungkin bisa cerita," tutur Tatik.

Sementara Amerita, anak Tarigan Sibero bercerita, suatu hari ketika dirinya baru diterima kuliah di Universitas Gajah Madah (UGM), bapaknya tidak pernah pulang.

Ibunya juga tidak memberi tahu kemana Pak Tarigan pergi dan tak pernah pulang. Ia baru memahami situasi yang dialami bapaknya di kemudian hari.

"Bapak dan Ibu saya tidak pernah memberi tahu anak-anaknya apa yang terjadi. Waktu itu karena baru diterima kuliah di Kedokteran Hewan UGM, saya bingung gimana bayar kuliah kalau Bapak tidak pulang-pulang," ungkapnya.

Akademisi yang turut dihadirkan sebagai pembicara, Diasma Sandi Swandaru, memberi pandangan bahwa peristiwa Kudatuli adalah sejarah perjuangan dan keteguhan sikap Megawati Soekarnoputri menjaga demokrasi dan konstitusi.

"Kudatuli itu kan upaya rezim Orde Baru membungkam partai politik, menggembosi PDI waktu itu dengan memakai peran Soerjadi, itu berlawanan dengan konstitusi dan prinsip demokrasi," pungkasnya. (rls)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved