MPBI DIY Suarakan Revisi Sistem Jaminan Nasional, Bandingkan dengan India Hingga Iran

Para buruh dari berbagai serikat di DIY ini mendesak pemerintah supaya segera merevisi sistem jaminan nasional.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Audiensi dan konsolidasi dengan Serikat Buruh dan Pedagang Kaki Lima (PKL) Teras Malioboro 2 di DPRD DIY, Jalan Malioboro, Kota Yogya, Kamis (18/7/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DI Yogyakarta menggelar audiensi di gedung DPRD DIY, Kamis (18/7/2024).

Para buruh dari berbagai serikat di DIY ini mendesak pemerintah supaya segera merevisi sistem jaminan nasional.

Mereka meminta adanya jaminan pendapatan semesta (Jamesta) yakni bantuan tunai setiap bulan tanpa syarat kepada warga negara usia 19 sampai 56 tahun.

Selain itu para buruh juga turut menyuarakan aspirasinya terkait relokasi PKL Teras Malioboro 2.

Jika melihat fakta kalangan pekerja atau buruh di lapangan, beban pengeluaran setiap bulan lebih besar daripada pendapatan yang diterima.

Menurutnya selama ini pemerintah hanya memberikan jaminan sosial di sektor kesehatan dan perlindungan ketenagakerjaan.

Sementara sektor lainnya yakni pendidikan dan perumahan bagi kalangan buruh belum terpenuhi.

"Sangat diperlukan adanya perbaikan layanan Jaminan kesehatan seperti obat-obatan, mekanisme rujukan, perluas kerjsama dengan Rumah Sakit. Termasuk jaminan pendidikan dan rumah bagi buruh," kata Koordinator MPBI DIY Irsad Ade Irawan.

Baca juga: MPBI DIY Gelar Audiensi dan Konsolidasi Serikat Buruh dan PKL Teras Malioboro 2, Ini Tuntutannya

Ketika audiensi dengan kalangan legislatif, para buruh turut membawa poster bertuliskan sejumlah tuntutan.

Mereka menyinggung masalah perluasan sektor jaminan sosial bagi para pekerja khususnya layanan Jaminan Hari Tua (JHT).

Secara tegas Irsad menolak UU P2SK mengenai JHT dan Jaminan Pensiun.

Mereka juga meminta pemerintah menambah manfaat layanan JHT berupa Perumahan, Pendidikan, dan Pangan.

Kemudian kepesertaan wajib JHT dan Jaminan pensiun untuk pekerja formal dan informal, lalu adanya penerima bantuan Iuran untuk program Jaminan Ketenagakerjaan.

"Dan penambahan program Universal Basic Income/Jaminan Pendapatan Semesta, yaitu bantuan tunai kepada seluruh warga negara pada usia 19 sampai 56 tahun," ungkapnya.

Jaminan pendapatan semesta ini menurut Irsad sudah berlaku di beberapa negara berkembang di antaranya India, Nambia, Kenya dan Iran.

Dalam praktiknya Irsad mengungkapkan Jamesta di negara berkembang mampu menurunkan angka kemiskinan, berpengaruh positif pada pemenuhan kebutuhan pangan dan nutrisi, berpengaruh positif pada kesehatan, pendidikan, tabungan dan hutang rumah tangga.

“Secara keseluruhan, program Jamesta di Namibia, India, dan Kenya dianggap berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, mengurangi angka kemiskinan, serta mendorong pemberdayaan dan keberlanjutan masyarakat," kata Irsad.

Ia mengusulkan Jamesta digabungkan dengan program bantuan yang sudah ada di Indonesia.

Nantinya Jamesta dirancang sebagai bantuan tunai setiap bulan untuk semua warga tanpa syarat, universal atau semesta untuk semua warga sebagai penerima manfaat ala JKN/BPJS Kesehatan.

"Dengan skema ini diharapkan menghindari prakrik korupsi, memajukan otonomi individu untuk memutuskan membeli barang dan jasa yang sesuai kebutuhan diri dan keluarganya, meningkatkan daya tawar kaum perempuan dan pekerja, kepada upah rendah dan kondisi kerja tidak layak," ujar Irsad.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana turut menyambut positif usulan maupun tuntutan para pekerja di DIY.

Menurutnya usulan penambahan layanan jaminan nasional bagi para buruh atau pekerja sangat masuk akal.

"Karena kita semua tahu kebutuhan ekonomi, pendidikan dan kesehatan setiap tahun selalu meningkat. Kami tentu positif dengan usulan-usulan tersebut," kata Huda.

Terkait pemenuhan kebutuhan perumahan bagi buruh, Huda menilai Yogyakarta memiliki potensi besar untuk menuju program-program penyediaan kawasan pembangunan rumah siap bangun bagi pekerja.

"Kami pernah studi itu tapi belum tuntas perumahan masyarakat berpengahdilan rendah. Bahkan sudah kami plot 25 hektar saat itu untuk percontohan tapi sampai sekarang belum selesai," jelasnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved