Berita Jogja Hari Ini

Kesekian Kalinya PKL Teras Malioboro 2 Sampaikan Kekecewaan Ingin Relokasi Transparan

Pedagang menginginkan relokasi pedagang yang partisipatif, transparan dan berpengaruh pada perekonomian.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Miftahul Huda
Para pedagang Teras Malioboro 2 beraksi menyampaikan kekecewaannya, Rabu (17/7/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Puluhan pedagang kaki lima (PKL) Teras Malioboro 2 Yogyakarta kembali menyampaikan kegelisahannya terkait rencana relokasi ke kawasan Ketandan dan Beskalan.


Para pedagang menyampaikan aspirasinya di depan Teras Malioboro, Rabu (17/7/2024) sembari membentangkan sejumlah poster bertuliskan kalimat kekecewaan.


Mereka juga membentangkan spanduk panjang bertuliskan Petisi untuk Kesejahteraan PKL.


Dalam spanduk itu turut dibubuhkan puluhan tanda tangan para PKL Malioboro yang merasa kecewa atas rencana relokasi dari Pemerintah DIY.


Mayoritas pedagang yang kecewa dengan proses relokasi itu tergabung dalam koperasi dan paguyuban Tri Dharma di bawah kepengurusan baru.


Ketua Koperasi Tri Dharma, Arif Usman, mengatakan pihaknya menginginkan relokasi pedagang yang partisipatif, transparan dan berpengaruh pada perekonomian.


Aksi damai ini menurut Arif Usman sudah dilakukan PKL Teras Malioboro 2 sejak 5 Juli 2023 silam.


"Jadi kami sudah berjuang sejak 5 Juli tahun lalu.  Tuntutannya sama, tapi tidak ada kemajuan sama sekali,” katanya, kepada awak media.


Arif merasa para pedagang tidak pernah dilibatkan dalam membahas rencana relokasi.


Dia mengklaim pemerintah hanya melibatkan orang-orang teetentu yang dirasa bukan mewakili kepentingan pedagang.


"Selama proses tidak ada partisipasi sama sekali dari pedagang," jelasnya.


Ketua Paguyuban Tri Dharma, Supriyati menyampaikan kekecewaan yang sama. 


Perempuan yang biasa disapa Upik ini mengeluhkan semustinya pemerintah membuka ruang dialog dan diskusi bersama-sama.


Ia juga menyinggung dugaan aksi represif yang dilakukan oleh aparat keamanan UPT Kawasan Cagar Budaya Malioboro pada aksi damai Sabtu (13/7/2024) lalu.


“Petugas UPT yang seharusnya humanis, tapi malah seakan-akan memberikan kekerasan kepada kami. Dengan cara penutupan gerbang selama tiga jam lebih, kemudian juga ada pemadaman listrik. saya harapkan insiden kemarin tidak terulang lagi,” ungkapnya.


Terkait pernyataan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyampaikan adanya kontrak person to person dengan para pedagang untuk keperluan relokasi, menurutnya selama ini para pedagang tidak mendapat surat perjanjian apapun.


“Pedagang Teras Malioboro belum pernah menandatangani kontrak atau surat perjanjian antara pihak pertama pemerintah dan pihak kedua pedagang. Yang pernah dilakukan pemerintah, UPT Cagar Budaya, yaitu validasi data. Hanya pencocokan,” kata Upik.


Adapun kontrak perjanjian hanya pernah dilakukan oleh pemerintah dengan Ketua Koperasi Tri Dharma pengurusan, yang isinya tidak pernah diketahui oleh para pedagang. 


“Kalau memang perorangan, seharusnya semua pedagang dilibatkan. Kami ingin ada ruang dialog. Dialognya selama ini hanya satu arah, hany asosialisasi. Sosialisasi juga baru kita dapat setelah demo dulu,” ungkapnya.


Staf Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Raka Ramadhan, menyampaikan PKL Teras Malioboro 2 memiliki hak untuk dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan pembentukan dan pelaksanaan partisipasi publik. 


“Hal tersebut dilindungi baik dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Undang-Undang Hak Asasi Manusia,” katanya.


Maka hal pertama yang harus dilakukan oleh Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta menurutnya menunada proses relokasi terlebih dahulu. 


“Setelah menunda proses relokasi, Pemda DIY maupun Pemkot Jogja, melakukan evaluasi internal terhadap proses relokasi pedagang. Cari kesalahannya dimana, perbaiki,” pungkasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved