Cerita Johan Rajagukguk Masuk UGM Gratis dan Tanpa Tes, Orang Tua Hanya Lulusan SMP

Johan Vylvius Rajaguguk (18) berhasil diterima masuk Universitas Gadjah Mada (UGM) tanpa tes melalui jalur

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Johan Vylvius Rajaguguk (18) (kaus coklat), pemuda dari Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara berhasil masuk UGM gratis tanpa tes 

Tak berhenti di situ, dia juga memiliki mimpi putra bungsunya yang saat ini hendak masuk jenjang SMA bisa mengikuti jejak sang kakak.

Ingatan Tiurma kembali pada saat pengumuman SNBP. Saat itu, Johan kembali dari acara kelulusan di SMA. Selepas meletakkan sepeda motor, putranya berlari-lari masuk ke rumah sembari berteriak dengan lantang, menyebut soal centang biru.

“Sambil lari-lari Johan teriak-teriak. Mak, Pak biru! Kami waktu itu tidak mengerti itu apa, lalu dia beri tahu kalau diterima di UGM. Kami menangislah sekeluarga, bangga dan bahagia sekali sampai kasih tahu ke semua orang kalau anak masuk UGM,” urainya.

Pendidikan yang Tinggi Putus Rantai Kemiskinan

Mimpi untuk kuliah sudah ada dalam benak Johan sejak berada di bangku sekolah dasar. Dia yakin, kuliah menjadi jalan untuk memangkas rantai kemiskinan di keluarganya.

“Dengan kuliah bisa mengubah jalan hidup keluarga kami nantinya,” ungkap Johan.

Tidak ada mimpi yang terlalu tinggi dan patut diremehkan. Johan hanya ingin masuk di UGM yang dia anggap sebagai universitas terbaik di Indonesia.

Selain berprestasi di bidang akademik, Johan juga berhasil mencatatkan prestasi di bidang non akademis yaitu Juara 1 Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) cabang Pantomim Tingkat Kecamatan Nainggolan (2017), Juara Harapan 2 Lomba Festival Kebudayaan Cabang Kriya Kabupaten Samosir (2023), dan Peraih Grade A pada Grand Final USU Student Olympiad (2023).

Johan sempat merasa pesimis saat akan mendaftar kuliah melalui jalur prestasi.

Ada ketakutan tidak lolos bersaing dengan ribuan siswa lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.

Terlebih, dia hanyalah seorang anak dari keluarga biasa yang lahir dan besar di sebuah desa kecil yang berada jauh dari pusat kota Medan dengan fasilitas yang terbatas.

“Diterima di FEB UGM menjadi momen yang paling membahagiakan bagi saya. Sebelumnya ada rasa pesimis dan takut tidak diterima,” jelasnya.

Johan mengaku keinginan untuk kuliah di UGM sangatlah kuat. Meski awalnya orang tua belum mendukung sepenuhnya keinginannya itu.

Kedua orang tuanya menyarankan untuk mengambil sekolah kedinasan saja karena persoalan biaya.

Dengan gigih, Johan berusaha meyakinkan kedua orang tuanya untuk mendaftar kuliah di UGM dan menjanjikan akan mencari beasiswa agar tidak membebani keluarga.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved