Pembatasan BBM Bersubsidi

Tanggapan Masyarakat Yogyakarta Soal Pembatasan Pertalite

Pemerintah berencana membatasi konsumsi Pertalite pada Agustus 2024 mendatang.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
Pertamina
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah berencana membatasi konsumsi Pertalite pada Agustus 2024 mendatang.

Menurut Edi (36), pembatasan pertalite akan berdampak pada biaya operasionalnya.

Sebagai pengemudi ojek online, biaya operasional tentu akan meningkat jika harus menggunakan Pertamax.

Rata-rata ia mengeluarkan Rp200-300 ribu per minggu untuk pertalite.

“Kalau pertalite dibatasi, tentu akan mengakibatkan antrian di SPBU yang panjang. Akhirnya mau nggak mau ke pertamax, kalau pakai pertamax kan biaya operasional semakin tinggi,” katanya, Jumat (12/07/2024).

Ia menilai pembatasan pertalite juga akan berdampak pada pembatasan aktivitas masyarakat, seperti rental mobil.

Sebab selain sebagai ojek online, ia juga menggunakan mobilnya untuk jasa logistik.

Tentunya hal itu akan mempengaruhi harga jasa pengantaran barang. Ia khawatir pendapatannya akan menurun akibat pembatasan pertalite .

Hal senada juga diungkapkan oleh Yudha (35). Ia merupakan karyawan swasta yang bekerja di wilayah Timoho, Kota Yogyakarta. Untuk bekerja, biasanya ia menggunakan mobil. Namun jika ada pembatasan pertalite, ia memilih bekerja menggunakan motor. 

Setiap minggunya, ia mengeluarkan lebih Rp200ribu untuk membeli pertalite untuk mobil.

“Pakai mobil karena memang harus berangkat pagi, belum lagi kalau hujan. Jarak rumah juga lumayan jauh. Kalau ada pembatasan ya pakai motor aja, tetapi kadang malas antri di SPBU. Belum ada pembatasan aja antrinya sekarang panjang,” terangnya.

“Tetapi kalau beralih ke pertamax ya ongkos PP (pulang pergi) kerja jadi lebih banyak,” sambungnya.

Pembatasan pertalite tidak hanya dikhawatirkan oleh pengendara mobil.

Jati (29) yang sehari-hari bekerja mengendarai motor juga khawatir pembatasan pertalite justru memicu panic buying. 

“Biasanya kan kalau kebijakan awal masyarakat sering panic buying. Misal pas ada kebijakan kenaikan BBM, sehari sebelumnya masyarakat udah ngantri di SPBU untuk beli. Ada potensi moral hazard, seperti penimbunan juga untuk menyiasati,” ungkapnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved