Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Pesan Haedar Nashir Menyambut Tahun Baru 1 Muharram 1446 Hijriah

Semarak menyambut tahun baru hijriah dalam aktivitas di berbagai lingkup komunitas maupun melalui media sosial boleh meluas sebagai syiar keislaman. 

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan pidato di sela-sela acara 

“Kaum muslim dan dunia Islam wajib bergerak maju di seluruh ranah muamalah-keduniaan seperti ekonomi, politik, pendidikan, iptek, pengelolaan sumberdaya alam, dan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Berakidah, beribadah, dan berakhlak justru menjadi fondasi, bingkai, dan kerangka nilai mendasar secara transformasional dalam bermuamalah dunyawiyah yang membedakan dengan pihak lain yang pandangan kehidupannya sekular, agnostik, dan ateistik,” jelas Haedar.

Tahun 1446 hijriyah makin menuntut umat Islam sedunia memiliki Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) sebagai utang peradaban.

Malulah umat Islam dalam menentukan hari dan tanggal baru hijriyah termasuk untuk penentuan awal Ramadan, Idulfitri, Iduladha, 1 Muharram masih berbeda antar negara dan di satu negara, apalagi dengan cara dadakan dan mengandung ketidakpastian.

"Padahal di dunia luar Kalender Masehi atau Miladiah begitu pasti dan telah lama menjadi rujukan atau pegangan pasti umat manusia secara global. Perlu ijtihad dan penafsiran baru atas hadis Nabi yang terkait dengan hukum alam dan peredaran benda-benda langit yang pasti sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih dan mengarah pada kepastian,” tutur Haedar.

Hilangkan ketidakpastian menuju kepastian dalam penentuan hari, bulan, dan tahun hijriyah sebagai bukti umat Islam tinggi tingkat kemajuan peradabannya. 

Menurutnya bukankah Allah sendiri menciptakan alam semesta dengan hukum alam atau sunatullahh-Nya yang pasti. 

Allah pulalah yang menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran dalam beragama (QS Al-Baqarah: 185). 

Kenapa umatnya justru memproduksi kesukaran yang menunjukkan kekakuan dan kebekuan berpikir.

“Umat Islam Indonesia masih harus mengejar kemajuan dari sejumlah ketertinggalan. Mayoritas secara jumlah tetapi masih tertinggal secara ekonomi, penguasaan iptek, pemanfaatan sumberdaya alam, dan sumberdaya insani umat. Umat Islam secara politik juga tidak sebanding posisinya dibanding kemayoritasannya,” jelas Haedar.

Karenanya jangan lengah dan sibuk dengan urusan-urusan yang remeh-temeh dan menguras energi umat.

Berbagai ritual, upacara, dan kegemaran kegiatan-kegiatan massal yang tidak produktif juga mesti ditata ulang agar tidak menghabiskan waktu dan peluang untuk maju. 

“Jangan pulalah takabur diri dengan merasa umat Islam Indonesia terbaik dan menjadi role-model segala hal keislaman untuk diekspor ke dunia Islam secara berlebihan. Padahal berbagai kekurangan dan kelemahan tidak beranjak diperbaiki secara serius dan tersistem,” jelas Haedar.

Para aktivis dan pimpinan umat mesti membawa umat mayoritas ini berkemajuan di berbagai bidang.

Tidak tenggelam dengan isu-isu politik maupun isu-isu artifisial lain yang membuat umat terbawa arus dan suasana kontroversi berkepanjangan dan kemudian menjadi kontraproduktif. 

Sementara agenda-agenda strategis yang menyangkut hajat hidup nyata umat Islam tidak menjadi perhatian serius disertai usaha-usaha membangun kekuatan ekonomi dan lainnya yang secara signifikan dapat menaikkan keunggulan umat secara kualitatif.

“Jika ingin berhijrah di era mutakhir, maka umat Islam mesti meninggalkan pola pikir lama yang membelenggu dan membuat umat tidak bergerak maju,” tegas Haedar. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved