Kisah Inspiratif

Kisah Mahasiswa Doktoral UMY Asal Sudan, Ingin Pulang Bawa Nilai Perdamaian

Hussein Gibreel Musa Salih berhasil menyelesaikan studi Doktor-nya pada program S3-Manajemen dengan predikat Disertasi Terbaik.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Hussein Gibreel Musa Salih (34) asal Sudan, mahasiswa doktoral Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) 

Mulai dari makanan, cara berpakaian, cuaca hingga cara berkomunikasi, semuanya terasa berbeda bagi Hussein.

“Tentu ada kesulitan untuk melanjutkan S3 di negara yang bukan negara kita. Di kampus yang kita tidak tahu bagaimana lingkungannya, dan cara belajarnya,” ujar Hussein.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkahnya untuk bisa menyelesaikan studi doktoralnya di UMY. Sudah banyak tantangan yang berhasil ia lewati, walau banyak sekali perbedaan budaya yang ia temui antara Indonesia dengan Sudan.

Dari yang awalnya roti menjadi makanan pokoknya di Sudan, saat tiba di Indonesia makanan pokok yang ia temui adalah nasi.

Begitu pula dengan perubahan cuaca tak menentu yang juga sering ia alami selama ada di Indonesia. Hingga dari segi cara berkomunikasipun menurutnya sangat berbeda dengan budaya Sudan.

“Ada yang nada suaranya tinggi, tapi saat datang ke Jawa saya menemukan cara berkomunikasi yang berbeda lagi. Di jawa orang-orangnya suaranya lembut dan sering mengucapkan kata “nggih-nggih”. Di Sudan juga tidak ada RT/RW, sedangkan di Indonesia setiap urusan harus melalui RT/RW,” ungkap Hussein.

Perbedaan dalam budaya pembelajaran yang cukup mencolok juga dirasakan oleh Hussein.

Di Sudan, pembelajaran seringkali bersifat hafalan dan terikat dengan tenggat waktu yang ketat. Sedangkan di Indonesia, cenderung lebih longgar dengan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berekspresi dan mengatur waktunya sendiri.

Akan tetapi, berkat hal itu, Hussein pun mengaku bahwa ada salah satu momen yang paling menyentuh hatinya.

Momen tersebut ketika ia diajak bermain bola oleh pimpinan universitas, mulai dari Rektor, Wakil Rektor, dan dosen-dosen UMY. Perlakuan dari pimpinan dan dosen-dosen UMY saat itu pun membuatnya merasa diterima dan dihargai sepenuhnya.

“Kesan yang paling menyentuh ketika saya masuk di sini tiba-tiba saya diajak main bola. Saya kira main bola dengan mahasiswa, ternyata yang ajak saya main bola itu Rektor, Wakil Rektor, dan ada dosen-dosen juga. Jadi saya merasa mereka baik sekali sampai saya bisa main bola dengan mereka. Mereka ramah dan tawadhu sekali. Kita tidak merasa bahwa mereka Professor, karena mereka bisa bercanda dengan kita. Itu sesuatu yang luar biasa,” ungkapnya dengan wajah berbinar.

Tak hanya itu, rasa kagum juga terpatri dalam diri Hussein terhadap pelayanan dari para civitas academica UMY yang lain. Baik itu pegawai di tingkat program studi, bahkan hingga perlakuan dari cleaning service terhadapnya yang dirasakannya sangat ramah dan hangat.

“Saya juga sangat terkesan dengan pihak program studi yang selalu menanyakan kabar. Mereka menanyakan bagaimana belajarnya, studinya lancar tidak? apakah ada kesulitan atau tidak? Ada masalah apa? Atensi itu membuat kita merasa spesial. Tidak hanya itu, civitas akademika UMY, termasuk satpam, cleaning service, semua ramah, itu sangat menyentuh,” tuturnya.

Hussein pun mengungkapkan akan pulang ke negaranya, Sudan, setelah kondisi di negaranya lebih kondusif.

Ia berharap dapat membawa nilai-nilai perdamaian dan toleransi yang ia pelajari di Indonesia. Untuk membantu membangun negaranya yang selama ini dikenal dengan konflik dan perang, sehingga ia dapat memberikan kontribusi di tanah airnya.

“Orang Indonesia itu berbeda-beda tapi mereka bisa hidup rukun dan damai. Saya ingin bawa itu ke Sudan dan menjadikannya sebagai salah satu contoh di Afrika, yang selama ini masih dikenal sebagai benua yang citranya kurang baik,” tutup Hussein. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved