Sopir Jadi Tumbal Saat Kecelakaan, MTI Desak Perusahaan Bus Ditindak Tegas

Seharusnya penyelenggara kegiatan dan pemilik bus juga bertanggung jawab dalam tiap terjadinya kecelakaan .

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
dok.istimewa
Ilustrasi kecelakaan bus 

Demikian juga terkait panjang jari-jari tikungan dan lebar lajur yang tidak ramah bagi kendaraan besar dengan panjang 12 meter dan lebar 2,5 meter.

Hal inilah yang seringkali mencelakakan bus wisata karena mereka dituntut harus mengantar ke tujuan wisata oleh penggunanya.

Untuk itu, perlu adanya terminal wisata di destinasi wisaya seperti wisata pansela di Gunungkidul dan Wonosobo.

Sehingga semua bus besar berhenti di satu titik, dan untuk menuju titik wisata menggunakan kendaraan lain yang lebih kecil dan sesuai dengan geometrik jalannya.

“Kemudian hampir semua pengguna membuat itinerary (rencana perjalanan) sungguh tidak manusiawi. Aktivitas dari pagi hingga sore untuk berwisata, kemudian malamnya berada di jalan untuk pulang, sehingga tidak memberi waktu pengemudi untuk beristirahat. Kalaupun ada waktu istirahat, tidak ada tempat istirahat yang memadai” paparnya.

Karakteristik bus wisata yang bebas kemana saja dan kapan saja ini juga merupakan ladang subur untuk digunakan oleh bus bekas hasil peremajaan.

Dengan demikian, banyak bus wisata yang tidak berizin.

Pengawasan di lapangan sangat sulit, dan masih berplat kendaraan warna kuning.

Hasil investigasi KNKT, terang dia, semua kecelakaan bus wisata adalah bus tanpa ijin yang merupakan bus bekas peremajaan dari bus AKAP/AKDP.

“Pengawasan operasional bus wisata, sulit jika menggunakan pengawasan manusia (kepolisian dan dinas perhubungan), karena mereka tidak memiliki trayek. Lebih baik wajibkan bus wisata menggunakan teknologi ADAS (Advanced Driver Assistance System) yang merupakan inovasi teknologi terintegrasi dalam kendaraan dengan tujuan utama meningkatkan keselamatan pengemudi dan penumpangnya. Dapat memantau kemana kendaraan itu serta kondisi kebugaran dan disiplin pengemudinya secara real time,” ujarnya.

“Perlu adanya mekanisme pada saat peremajaan kendaraan (karena pembatasan usia kendaraan) pada bus AKAP/AKDP, sehingga otomatis platnya menjadi hitam. Dan tidak bisa lagi digunakan sebagai kendaraan umum, sehingga tidak bisa digunakan sebagai bus wisata ilegal,” pungkasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved