Memahami Seni dan Seniman Kontemporer

Pada awal proyek Tabon akan dibuat, Nabila Fitra Fiandini diperkenalkan sebuah pameran yang melibatkan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali

Editor: Joko Widiyarso
Dok Tribun Jogja
Nabila Fitra Fiandini, bekerja di sebuah lembaga strategis di Jakarta. Ia merasa antusian dan tertantang terlibat dalam pameran seni Tabon. Nabila berbagi pandangannya tentang seni, kompleksitas memahami karya seni, dsn harapannya pada pameran Tabon. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pada awal proyek Tabon akan dibuat, Nabila Fitra Fiandini diperkenalkan sebuah pameran yang melibatkan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali masyarakat yang tidak mengerti sama sekali tentang kesenian.

Tabon berarti rumah induk, orang yang berada di sini bisa mendiskusikan dan berekspresi secara aman.

Hal ini yang membuatnya tertarik meskipun ia bukanlah seniman, ia hanya senang mengamati dan cukup antusias terhadap bidang ini.

Ia juga tertarik karena melihat bahwa pameran ini merangkul masyarakat dari berbagai macam kalangan dan latar belakang.

Memahami Kompleksitas Karya Seni Faisal Kamandobat

Faisal Kamandobat, salah satu peserta pameran seni rupa kontemporer. Tabon adalah penyair, prosais dan eseis kelahiran Cigaru, Majenang, Cilacap. Karya-karyanya telah dimuat di berbagai media massa, majalah, jurnal, dan antologi bersama.
Faisal Kamandobat, salah satu peserta pameran seni rupa kontemporer. Tabon adalah penyair, prosais dan eseis kelahiran Cigaru, Majenang, Cilacap. Karya-karyanya telah dimuat di berbagai media massa, majalah, jurnal, dan antologi bersama. (Dok Tribun Jogja)

Sebagai penulis dari salah satu seniman (Faisal Kamandobat) yang merupakan sahabat sekaligus koleganya, ia mengakui terdapat banyak kesulitan yang ditemui ditengah perjalanan.

Ketika memaknai sebuah karya seni ia mengatakan, “kita tidak dapat memaknai karya seni sebagai suatu hal yang hanya terhubung dengan satu momen tertentu, tapi sebenarnya kalau kita memaknai suatu karya seni, tapi sebenarnya itu merupakan trajektori dari pengalaman para senimannya.”

kita tidak dapat memaknai karya seni sebagai suatu hal yang hanya terhubung dengan satu momen tertentu, tapi sebenarnya kalau kita memaknai suatu karya seni, tapi sebenarnya itu merupakan trajektori dari pengalaman para senimannya

“Faisal Kamandobat sendiri memiliki latar belakang yang multidimensional. Yang lahir sebagai seorang santri, kemudian dia menjadi seorang sastrawan, dan dia juga merupakan seorang antropolog. Jadi dia memiliki ketajaman dan kedalaman dalam melihat sesuatu.” lanjut Nabilla yang menyelesaikan tugas akhirnya di Hubungan International tentang diplomasi budaya Heri Dono dalam Vinice Biennale.

Sehingga untuk menarik benang merah dari pengalaman Faisal Kamandobat yang sudah ada, ia mengakui itu merupakan hal yang cukup sulit; dengan mempertimbangkan latar belakang, periode yang dijalani Faisal Kamandobat.

Untuk memahami Faisal Kamandobat ia mengaku cukup sulit karena ia melihat Faisal Kamandobat memandang kesenian sebagai lakon, sesuatu yang tidak terpisah dari dirinya, seseorang yang lebih kompleks dari sebenarnya.

Dalam penulisan ia lakukan dengan pendekatan etnografi, berdasarkan pengalamannya ketika ia menulis skripsi dahulu.

Jadi ketika ia menulis tentang Faisal Kamandobat ia mencoba memahami secara holistik, tidak hanya secara parsial saja.

Ia mencoba untuk merepresentasikan realita yang memang dimiliki oleh Faisal Kamandobat sendiri.

Seni untuk Masyarakat

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved