Berita Sleman Hari Ini

Hingga Pertengahan Maret, Ada 56 Kasus DBD di Sleman

Rentang usia 6-18 tahun menjadi penderita terbanyak dari penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti tersebut.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
Shutterstock
Ilustrasi DBD 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman mencatat, hingga pertengahan bulan Maret ini telah ditemukan 56 kasus Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di bumi Sembada, berdasarkan laporan kewaspadaan dini rumah sakit.

Rentang usia 6-18 tahun menjadi penderita terbanyak dari penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti tersebut.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi langkah kewaspadaan yang perlu diterapkan masyarakat untuk mengurangi risiko penyebaran. 

Kepala Dinkes Sleman , dr. Cahya Purnama mengatakan, data hingga pekan ke sebelas tahun 2024, tercatat ada 56 kasus demam berdarah dengue.

Rinciannya, 22 kasus terjadi di bulan Januari.

Kemudian di bulan Februari, kasus cenderung meningkat menjadi 25 kasus dan hingga pertengahan Maret telah ditemukan 9 kasus.

Semua pasien berhasil sembuh dan tidak ada yang meninggal dunia.

Berdasarkan golongan umur, temuan kasus DBD di Sleman terjadi hampir di semua rentang usia, mulai dari balita hingga lebih dari 60 tahun. 

"Paling banyak di rentang usia 6-18 tahun, ada 25 kasus. Laki-laki 17 dan perempuan 8," terang Cahya, Kamis (21/3/2024). 

Baca juga: Sebulan, 21 Warga Sleman Terjangkit DBD

Jika dilihat dari sebaran wilayah, data hingga saat ini ada tiga Kapanewon di Kabupaten Sleman yang memiliki sebaran kasus DBD cukup banyak.

Yaitu di Kapanewon Ngemplak dengan 17 kasus, disusul Moyudan 10 kasus dan Tempel 9 kasus.

Kasus lainnya tersebar hampir merata di Kapanewon lain selain Minggir, Cangkringan, Berbah, Turi, dan Kalasan yang hingga kini masih mencatatkan data nol kasus. 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Sleman , Khamidah Yuliati sebelumnya menyampaikan, upaya edukasi dan antisipasi untuk mencegah penyebaran DBD terus dilakukan.

Pencegahan dilakukan di tingkat Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan melalui promosi kesehatan (Promokes) agar diteruskan kepada masyarakat. 

Selain juga menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin dan periodik oleh Jumantik atau setiap rumah satu juru pemantau jentik.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved