Berita Sleman Hari Ini

Sebulan, 21 Warga Sleman Terjangkit DBD

Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta menerapkan perilaku hidup bersih dan  sehat. 

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
Shutterstock
Ilustrasi DBD 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi kewaspadaan dan perhatian serius Pemerintah Kabupaten Sleman .

Data awal Januari hingga tanggal 6 Februari, berdasarkan laporan kewaspadaan dini rumah sakit terdapat puluhan kasus.

Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta menerapkan perilaku hidup bersih dan  sehat. 

Kepala Dinas Kesehatan Sleman , Cahya Purnama menyampaikan, data yang tercatat hingga tanggal 6 Februari 2024, jumlah kasus demam berdarah di Kabupaten Sleman ada 56 kasus.

Sedangkan yang diagnosanya tegak sebagai kasus demam berdarah dengue (DBD) 21 kasus.

Semua pasien berhasil sembuh dan tidak ada yang meninggal dunia.

"Kasus hampir merata di seluruh Kapanewon dan yang tertinggi adalah di Kapanewon Ngemplak, terutama di Kalurahan Sindumartani. Ini sudah dilakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) oleh pokjanal (kelompok kerja operasional) Kabupaten bersama pokjanal Kapanewon, termasuk di dalamnya Puskesmas Ngemplak 1," kata Cahya, Selasa (6/2/2024). 

Kasus DB dengan DBD memiliki perbedaan.

Baca juga: 9 Gejala DBD pada Anak

Demam berdarah lebih ringan dibanding demam berdarah dengue.

Sebab, pada kasus DB belum ditemukan ada tanda-tanda atau gejala perdarahan dan tidak ada pengentalan darah atau hemokonsentrasi. 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Sleman , Khamidah Yuliati mengatakan edukasi dan antisipasi mencegah penyakit DBD terus dilakukan.

Pencegahan dilakukan di tingkat Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan melalui promosi kesehatan (Promokes) supaya diteruskan kepada masyarakat. 

Selain juga melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin dan periodik oleh setiap rumah satu juru pemantau jentik (Jumantik).

Menurut Yuli, kewaspadaan masyarakat sangat perlu ditingkatkan, karena musim hujan dan panas tidak menentu.

Masyarakat diminta untuk mengecek tempat perkembangbiakan nyamuk di sekitar lingkungan rumah masing-masing. 

"Barang di sekitar rumah dan pekarangan yang dapat menampung air hujan agar segera di tumpahkan. Sehingga tidak ada lagi telur nyamuk aedes aegypti. Telur tidak sempat berkembang menjadi larva sampai dengan menjadi nyamuk baru. Dengan demikian kasus DB maupun DBD bisa ditekan. Masyarakat juga tetap harus menerapkan budaya PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat)," kata dia.( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved