Menengok Pembuatan Kue Keranjang Legendaris di Kawasan Pecinan Yogyakarta

ebagai pecinannya DIY, juga memiliki sejarah panjang produsen kue keranjang milik keluarga Jimmy Sutanto, yang eksis sejak tahun 1960-an

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Proses pembuatan kue keranjang milik Jimmy Sutanto di Ketandan, Ngupasan, Gondomanan,Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kampung Tionghoa atau pecinan, selain identik dengan perdagangan, juga menjadi pusat kuliner.

Satu di antaranya yakni Kampung Ketandan, Ngupasan, Gondomanan,Yogyakarta, sebagai pecinannya DIY, juga memiliki sejarah panjang produsen kue keranjang milik keluarga Jimmy Sutanto, yang eksis sejak tahun 1960-an hingga sekarang.

Turun menurun ke tiga generasi, dari sang kakek, kedua orangtua, dan kini dilanjutkan oleh Jimmy dan keluarga.

Jimmy bercerita, usaha yang dirintis oleh sang kakek awalnya merupakan pabrik roti-roti kering yang diberi nama 'Arkansas', serta panganan tradisional Tionghoa yakni cakwe.

Di sudut ruang tamunya, terpajang foto lawas hitam-putih kala Toko Kue Arkansas membuka stand di momen Sekaten yang digelar dalam rangka Maulid Nabi SAW.

"Sejak tahun 1960-an, dahulu kita ada Pabrik Roti Arkansas. Itu di Jogja, merupakan pabrik pertama yang mekanisme pembuatan roti marie menggunakan mesin. Dalam perkembangannya, kami kalah saing dari (produsen) Bandung yang lebih maju," terang Jimmy.

Kalah bersaing, pabrik kue milik keluarga Jimmy lantas beralih memproduksi kue keranjang, atau yang dalam bahasa Mandarin bernama Nian gao, panganan khas yang banyak disantap oleh warga keturunan Tionghoa saat perayaan tahun baru China atau Imlek.

Berdasarkan sejarah, lanjut Jimmy, Tiongkok zaman dahulu masih terbelakang dan ada dua sungai besar yang mengawali peradaban di sana yakni Sungai Yangtze dan Sungai Kuning (atau Huang He).

Baca juga: Sejarah Kue Keranjang, Kue Khas Imlek

"Kadang-kadang sungai meluap menyebabkan bencana alam. Nah, yang sangat dibutuhkan saat itu adalah makanan, dan diciptakan makanan berupa kue keranjang yang komposisinya hanya tepung ketan dan gula yang bisa untuk membantu saat kekurangan makanan. Di samping itu, bentuk bulatnya merupakan simbol dari kebersamaan," terang Jimmy.

"Hal tersebut terus berlangsung sampai ribuan tahun. Sama halnya seperti saat Idul Fitri, malam hari sebelum perayaan Imlek, itu merupakan waktu untuk berkumpul keluarga. Mungkin anak-anak, cucu, dan keluarga yang merantau berusaha kembali dan bertemu," lanjutnya.

Menjelang perayaan Imlek yang jatuh pada Sabtu (10/2/2024), Jimmy mengatakan bahwa produksi kue keranjang tergantung pada banyaknya pesanan.

"Kami mengharapkan ada pesanan, supaya jadi pasti. Selain itu, agar kami tidak kewalahan saat permintaan naik, jadi sebaiknya memang pesan supaya kami bisa menyuplai sesuai jadwal," kata Jimmy.

"Produksi memang tidak menentu ya, makin tahun makin berkurang. Kami menghadapi pesaing yang mutunya berbeda, harganya lebih murah," lanjutnya.

"Kami tidak pakai pengawet, komposisinya gula 50 persen dan tepung ketan. Itu sendiri sudah menjamin awet," imbuhnya.

Lebih lanjut Jimmy mengatakan, yang kini banyak berkembang ialah produsen kue keranjang yang menambahkan komposisinya dengan tepung tapioka atau kanji, aci, agar margin keuntungan lebih besar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved