Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Jadi Kerja Bersama Melibatkan 4 Unsur

Mencegah kekerasan seksual perlu dilakukan bersama-sama. Sehingga penanganan korban kekerasan seksual bisa lebih optimal. 

Screnshoot tayangan Youtube DP3AP2 DIY
Kepala Balai Perlindungan Perempuan dan Anak (BPPA) DIY, Beni Kusambodo (kiri) dan Komisi D DPRD DIY, Syukron Arif Mutaqin (kanan) dalam Podcast Bincang Keluarga. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mencegah kekerasan seksual perlu dilakukan bersama-sama. Sehingga penanganan korban kekerasan seksual bisa lebih optimal. 

Kepala Balai Perlindungan Perempuan dan Anak (BPPA) DIY, Beni Kusambodo menjelaskan kekerasan seksual merupakan perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh atau alat reproduksi, yang berisiko menyebabkan penderitaan fisik atau psikis. 

Jenis kekerasan  seksual beragam, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, inses, pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, hingga kekerasan berbasis elektronik. 

"Cat calling seperti siulan itu juga bagian dari kekerasan seksual. Penyebarluasan video porno juga bisa menjadi jenis kekerasan seksual berbasis elektronik. Yang menjadi korban bisa siapa saja, bisa perempuan dewasa, anak. Perempuan yang berpakaian tertutup, belum tentu tidak jadi korban. Sementara yang jadi pelaku ya bisa orang yang tidak dikenal, atau yang sangat dekat," katanya dalam Podcast Bincang Keluarga. 

Beni melanjutkan korban kekerasan seksual umumnya mengalami gangguan kecemasan. Jika tidak segera mendapat penanganan yang tepat, korban bisa mengalami stres akut hingga depresi. 

Untuk itu, korban kekerasan seksual harus mendapatkan pendamping. Sehingga korban bisa mendapatkan pendamping psikologis, layanan hukum, hingga layanan kesehatan. 

"Pencegahan harus dilakukan bersama-sama, mulai dari individu, organisasi, pemerintah, dan komunitas. Upaya sosialisasi, edukasi juga terus kami lakukan. Termasuk dengan membentuk satgas PPA di setiap kapanewon/kemantren," lanjutnya. 

Masyarakat pun bisa menjadi pendamping bagi korban kekerasan seksual. Caranya dengan memberikan ruang agar korban merasa aman dan nyaman. Jangan terus menekan korban untuk bercerita. Menguatkan korban dan menekankan bahwa korban tidak bersalah. 

"Bantu korban membuat kronologi kejadian, karena kadang korban tidak bisa menceritakan kronologi kejadian, karena mungkin ada rasa trauma. Kumpulkan bukti-bukti yang ada, sehingga bisa menjadi bahan pelaporan," terangnya. 

Sementara itu, Komisi D DPRD DIY, Syukron Arif Mutaqin mendorong korban kekerasan seksual untuk berani melapor. Pelaporan bisa dilakukan dengan bercerita ke orang terdekat. 

Syukron mengakui tidak mudah bagi korban kekerasan seksual untuk bercerita atau melapor. Bisa jadi korban mendapat tekanan atau ancaman dari pelaku. 

"Tetapi kalau dipendam sendiri, nanti justru semakin berdampak pada psikisnya. Kalau tidak dilaporkan, bisa jadi frekuensi atau proporsi pelaku melakukan tindakan kekerasan semakin meningkat. Sehingga bisa bercerita ke teman, agar teman juga bisa melindungi. Bisa melapor ke satgas, karena untuk pelaporan ini kan sekarang banyak sekali medianya,"terangnya. 

Menurut dia, gadget juga bisa senjata untuk mencegah kekerasan seksual. Bisa saja korban merekam atau mengambil foto pelaku. Untuk itu, ia merasa perlu ada edukasi pemanfaatan gadget untuk mencegah kekerasan seksual. 

Di samping itu, pihaknya juga mendorong baik pemerintah maupun  masyarakat menyediakan CCTV di daerah-daerah yang tidak terpantau. Sehingga masyarakat merasa lebih aman. 

"Satgas mungkin perlu ditambah lagi. Kalau saat ini baru sampai kecamatan, semoga bisa sampai tingkat kalurahan. Sehingga nanti sarana untuk melapor dan memberikan  edukasi juga ssmakjn babyak," pungkasnya. (maw) 
 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved