Berita DI Yogyakarta Hari Ini
Entaskan Kemiskinan di DIY, Eko Suwanto Dorong Kelurahan Jadi Pusat Perkembangan Ekonomi
Pengentasan angka kemiskinan dan pengangguran terbuka di DIY perlu didorong dari tingkat pedesaan atau kelurahan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto mengatakan, pengentasan angka kemiskinan dan pengangguran terbuka di DIY perlu didorong dari tingkat pedesaan atau kelurahan.
Hal tersebut disampaikan politisi PDI P ini, dalam bincang redaksi bersama Tribun Jogja dengan tema "Penciptaan Lapangan Kerja Di Tengah Arus Transformasi Digital", Selasa (17/10/2023).
"Pascapandemi Covid-19, ada angka angka yang perlu didiskusikan penyelesaiannya. Kemiskinan di DIY ada 11,49 persen, pengangguran terbuka di atas 4 persen, gini ratio di angka 0,4 persen," kata Eko Suwanto.
Diungkapkan Eko, Komisi A DPRD DIY saat ini tengah mendorong upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran terbuka yang dimulai dari tingkat pedesaan atau kelurahan.
Satu di antaranya melalui pengajuan rancangan Perda tentang pemajuan pembangunan kalurahan dan kelurahan yang telah dikoordinasikan Komisi A DPRD DIY bersama beberapa jajaran eksekutif terkait pada Senin (16/10/2023) kemarin.
"Kami ingin menjadikan kalurahan ini menjadi 3 pusat yakni pusat pelayanan publik, pusat pemberdayaan masyarakat dan ekonominya serta pusat kebudayaan. Nah kami dari Komisi A DPRD DIY mengusulkan skema minimum Rp 1 milar per desa/ kelurahan," kata Eko.
Menurut perhitungannya, ia percaya rancangan Perda tersebut dapat terrealiasi.
Pasalnya, berdasar hitungan dari tahun 2021 hingga 2023, bantuan keuangan khusus (BKK) Danais yang masuk ke desa tercatat bertambah hingga 230 persen.
"Di tahun 2021 tercatat ada Rp 52 miliar, tahun 2022 ada Rp 98 miliar sementara tahun 2023 ini ada Rp 132 miliar," terang Eko.
"Trennya naik, ini yang kemudian kami dorong. Dengan adanya Perda ini, ada jaminan bahwa setiap desa/ kelurahan mendapat akses Rp 1 milar minimun. Bisa bertambah seusai jumlah pendudukan, luasan wilayah," lanjutnya.
Di sisi lain Eko menilai, yang jadi tantangan dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran terbuka di Yogyakarta ialah belum adanya kesatuan gerak antara program-program pemerintah dengan pihak swasta.
"Sebab APBD DIY ini kan cuma Rp 6 triliun, habis untuk pegawai Rp 2 triliun kurang lebih. Untuk belanja dan lain-lain itu sangat kecil untuk menopang lapangan kerja, itu tidak mudah," kata Eko.
"Padahal, kita juga punya forum CSR tapi belum banyak bunyi, belum banyak membantu pembangunan di Pemda. Sementara semua yang dirancang oleh Paniradya itu dari Danais, padahal tidak semuanya perlu pakai Danais. Terobosan-terobosan untuk penggalangan anggaran di luar APBD dan Danais harus dilakukan. Saya nggak tahu kenapa Pemda itu terpaku dengan APBD dan Danais, seolah2 hanya dua sumber itu yang bisa menyelesaikan problem penganggaran," tambah Eko.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Dinas Koperasi dan UMKM DIY, Agus Mulyono, S. P., M. T. mengatakan, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi penggerak utama laju roda perekonomian di DI Yogyakarta.
Dinas Koperasi dan UMKM DIY mencatat, ada lebih dari 345 ribu pelaku UMKM di DIY.
Dispar DIY Luncurkan Calender of Event, Sport Tourism Terus Dieksplor |
![]() |
---|
Film 1 Kakak 7 Ponakan, Drama Keluarga yang Hangat di Penutupan JAFF 2024 |
![]() |
---|
Festival Angkringan Yogyakarta 2024: Angkat Kuliner Ikonik dengan Sentuhan Modern |
![]() |
---|
Formulasi Kenaikan UMP Mestinya Disesuaikan dengan Kondisi Daerah |
![]() |
---|
Pemda DIY Ikuti Penjurian Apresiasi Kinerja Pemerintahan Daerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.