Fenomena Barcode Korea

Apa Itu Fenomena Barcode Korea yang Viral di TikTok Ditiru Anak-anak dan Remaja?

Mengenal Fenomena Barcode Korea yang tren di kalangan anak dan remaja. Aksi self harm yang membahayakan jika tak segera diatasi.

PEXELS/anete-lusina
Apa Itu Fenomena Barcode Korea yang Viral di TikTok Ditiru Anak-anak dan Remaja? 

DISCLAIMER :

Artikel berikut ini memuat informasi tentang aksi menyakiti diri sendiri. Artikel ditulis BUKAN untuk menginspirasi tindakan menyakiti diri sendiri. Apabila Anda atau seseorang yang Anda kenal sedang kesulitan dan butuh dukungan emosional, ingatlah bahwa di luar sana akan selalu ada bantuan dan uluran tangan, Anda tidak sendirian. Bagi yang membutuhkan layanan konsultasi kesehatan mental, silakan menghubungi kontak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kapan saja setiap hari selama 24 jam di nomor 119

TRIBUNJOGJA.COM - Anda mungkin mengenal barcode sebagai gambar berupa garis-garis dengan ketebalan dan panjang yang berbeda-beda.

Berikut adalah contoh gambar barcode : 

Contoh gambar barcode pada sebuah produk
Contoh gambar barcode pada sebuah produk (DOK. Herma.com)

Biasanya, barcode ditempatkan pada sebuah produk atau barang. Nantinya, barcode dapat dibaca oleh mesin pemindai alias scanner, bisa juga dibaca oleh kamera.

Tujuannya agar dapat mengidentifikasi suatu data dengan tepat dan cepat, seperti data nama barang dan harga barang, misalnya.

Ketika Anda membeli sesuatu di minimarket atau supermarket, Anda mungkin akan melihat petugas kasir memindai barcode untuk mendata barang apa saja yang Anda beli dan berapa total belanjaan Anda.

Nah, barcode berupa garis-garis tersebut kini tengah viral di media sosial TikTok.

Namun, bukan barcode barang atau produk yang viral di TikTok, melainkan barcode di pergelangan tangan.

Fenomena barcode yang viral itu disebut “Barcode Korea”.

Fenomena Barcode Korea

Baca juga: Muncul Fenomena Barcode di Kalangan Remaja, Pakar Psikologi UGM: Perlu Diwaspadai

Baca juga: Wahai Orangtua, Kenali 9 Tanda Anak Anda Menjadi Korban Bullying Beserta Apa Solusinya

Baru-baru ini, muncul kasus meresahkan tentang Fenomena Barcode Korea di berbagai berita nasional.

Melansir video berita dari YouTube Kompas TV Jember, 11 orang siswi sekolah dasar (SD) di Jember didapati melakukan aksi Barcode Korea.

Berdasarkan keterangan dari Supiono, Kabid Pendidikan Dasar Dispendik Situbondo Jawa Timur, fenomena Barcode Korea adalah aksi menyakiti diri sendiri dengan membuat garis-garis seperti barcode di pergelangan tangan.

Garis-garis itu dibuat dengan menyayat tangan menggunakan benda tajam, seperti cutter atau silet.

Anak-anak SD di Situbondo yang melakukan aksi tersebut menyebutnya sebagai tren TikTok Barcode Korea.

Pantauan Tribunjogja.com, Kamis (5/10/2023) pukul 22:35 WIB, media sosial TikTok sudah memblokir kata kunci pencarian “Barcode Korea”.

Hasil pencarian keyword
Hasil pencarian keyword "Barcode Korea" di media sosial TikTok, Kamis (5/10/2023) pukul 22:35 WIB (Tangkapan Layar TikTok)

Saat Tribunjogja.com mencoba mencari “Barcode Korea” di TikTok, bukan konten video menyakiti diri sendiri yang muncul, melainkan peringatan tentang menawarkan bantuan psikologis.

“Kamu tidak sendirian. Jika kamu atau orang yang kamu kenal sedang mengalami masa yang berat, bantuan akan selalu ada,” demikian kalimat yang muncul saat Tribunjogja.com mencari konten video “Barcode Korea”.

Kemudian, pada bagian bawah peringatan tersebut ada kontak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) yang bisa dihubungi setiap hari selama 24 jam.

Kontak Hotline Kemenkes RI tersebut adalah 119.

Penjelasan pakar kesehatan mental tentang fenomena barcode

Ilustrasi foto Fenomena Barcode Korea
Ilustrasi foto Fenomena Barcode Korea (PEXELS/anete-lusina)

Merangkum laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM) ugm.ac.id, Fenomena Barcode Korea yang sedang tren di media sosial merupakan aksi menyakiti diri sendiri karena tekanan psikologis.

Rasa takut, kecemasan, hingga kesedihan berpotensi membuat seseorang ingin menyakiti dirinya sendiri, termasuk dengan mengikuti tren Barcode Korea tersebut.

Perilaku ini sangat mengkhawatirkan, terlebih apabila tidak ditangani dengan baik.

Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., peneliti Center for Public Mental Health (CPMH) Psikologi UGM menjelaskan bahwa Fenomena Barcode Korea termasuk kategori NSSI yang perlahan bisa berubah ke kategori SSI.

Apa itu NSSI? Apa itu SSI?

Ilustrasi foto menulis sesuatu di pergelangan tangan
Ilustrasi foto menulis sesuatu di pergelangan tangan (PEXLES/rdne-stock-project)

NSSI adalah singkatan dari Non Suicidal Self Injury yang artinya aksi menyakiti diri sendiri bukan untuk bunuh diri.

SSI adalah singkatan dari Suicidal Self Injury yang artinya aksi menyakiti diri sendiri untuk bunuh diri.

“Ini merupakan satu hal yang perlu diwaspadai, karena menjadi salah satu gejala mental illness (sakit mental). Ke depan, ini sangat berbahaya,” ujar Nurul, dikutip Tribunjogja.com dari ugm.ac.id.

Pada kesempatan sama, Wirdatul Anisa, M.Psi. yang juga Peneliti CPMH UGM mengatakan bahwa media sosial memiliki peranan besar dalam memicu keinginan anak dan remaja untuk melakukan aksi menyakiti diri sendiri.

“Ada penelitian menemukan, semakin banyak waktu yang digunakan untuk berada di media sosial, itu akan semakin mendorong perilaku melukai diri sendiri pada remaja yang rentan,” kata Wirdatul dikutip Tribunjogja.com dari ugm.ac.id.

“Jadi, kalau remajanya memang sudah memiliki ketidakstabilan emosi, kesulitan mengelola emosi, dan kesulitan mengelola stres, ketika dia banyak berinteraksi dengan media sosial, dia memiliki potensi yang paling besar untuk melakukan ini,” imbuhnya.

Ilustrasi foto kesehatan mental pada anak dan remaja
Ilustrasi foto kesehatan mental pada anak dan remaja (PEXELS/anna-shvets)

Data mengungkapkan, sebanyak 36,9 persen masyarakat Indonesia pernah melakukan upaya menyakiti diri sendiri dengan sengaja. 

Jumlah tersebut didominasi oleh kelompok usia muda, yakni 18-24 tahun, dengan persentase sebesar 45 persen. 

Ketika seseorang memiliki kecenderungan ingin menyakiti diri sendiri, kemudian melihat di media sosial banyak orang lain yang juga melakukannya, maka akan muncul pemikiran bahwa perilaku tersebut adalah hal yang normal. 

Padahal, tidak demikian.

“Kita melihat ya, data-data di instagram itu. Banyak sekali ternyata unggahan yang melibatkan tagar berbau NSSI, self-harm, yang itu kemudian menjadi tren,” kata Wirdatul.

“Dalam beberapa aplikasi lain, seperti novel online, banyak juga cerita-cerita yang seolah mempromosikan perilaku tersebut. Apalagi di Twitter (kini menjadi X), di mana banyak orang memberikan komentar, dan tanpa sadar telah mempromosikannya,” paparnya.

Wirda menjelaskan, perilaku menyakiti diri sendiri membutuhkan penanganan cepat dan tepat, sebelum mengarah pada perilaku SSI. (Tribunjogja.com/ANR)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved