Temuan Ombudsman RI PascaKerusuhan Pulau Rempang
Tim dari ORI datang ke Pulau Rempang untuk menggali keterangan dari masyarakat penghuni Kampung Tua Sembulang, Tanjung Banun, dan Pasir Panjang
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Berikut ini temuan dari tim Ombudsman Republik Indonesia (RI) terkait dengan kasus Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Tim dari ORI datang ke Pulau Rempang untuk menggali keterangan dari masyarakat penghuni Kampung Tua Sembulang, Tanjung Banun, dan Pasir Panjang pada 24 September lalu.
Beberapa fakta pun ditemukan oleh tim dari ORI.
Mulai dari kesulitan bahan pangan yang dialami oleh warga Rempang pascakerusuhan hingga BP Batam belum kantongi HPL.
Dikutip dari Kompas.com, anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengatakan berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh masyarakat, warga di Kampung Tua Sembulang mengalami kesulitan pasokan bahan pangan.
“Warga Sembulang khususnya, itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan pangan dari distributor,” ujar Johanes dalam konferensi pers Temuan Sementara Ombudsman RI atas Tindak Lanjut Penanganan Masalah Rempang Eco City di kantornya, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Warga mengalami kesulitan bahan pangan sejak terjadi kerusuhan antara warga tiga pulau termasuk Rempang dan Galang yang menolak digusur aparat gabungan pada 7 dan 11 September 2023.
Setelah kerusuhan itu, distributor bahan pangan tidak berani mengirimkan pasokan ke Pulau Rempang.
“Tentu mengganggu mereka, karena ketersediaan bahan bahan pokok mereka pun menjadi tipis,” tutur Johanes.
“Mereka hanya mengonsumsi apa yang masih ada,” tambahnya.
Tidak hanya itu, perekonomian warga Rempang yang bekerja sebagai nelayan juga terganggu.
Para pria yang biasa melaut menjadi takut berangkat bekerja. Mereka khawatir rumahnya digusur ketika cukup lama mencari ikan.
“Mereka, para bapaknya, itu cenderung khawatir melaut karena takut kalau lama di laut, pulang sudah digusur dan seterusnya,” tutur Johanes.
Baca juga: DPR Bakal Panggil Investor di Pulau Rempang
Kemudian, fakta lain hasil temuan dari ORI adalah BP Batam belum memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kawasan Rempang.
Hal itu diketahui setelah tim dari ORI menemui Badan Pengusahaan (BP) Batam hingga Polresta Barelang.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) baru akan menerbitkan HPL ketika suatu lahan sudah clear and clean atau tidak berpenghuni.
Di sisi lain, masa berlaku Surat Keputusan (SK) terkait Area Penggunaan Lain (APL) yang diterbitkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) pada 31 Maret lalu akan berakhir pada 30 September 2023.
“Itulah kenapa mereka sepertinya kemudian tergesa gesa untuk mendesak warga di kampung-kampung tua itu untuk keluar dari area itu,” tutur Johane.
Meskipun SK dari BPN bisa diperpanjang atas persetujuan menteri, namun HPL tidak akan pernah terbit jika BP Batam tidak mengajukan perpanjangan.
“Artinya, sertifikat HPL tidak akan pernah terbit,” kata Johanes.
Temuan sementara lainnya adalah warga menyatakan telah menempati kampung-kampung tua itu sejak enam hingga tujuh generasi sebelumnya.
Warga merasa pemerintah tidak menjamin mereka bakal mendapatkan pekerjaan yang sama setelah direlokasi pemerintah ke lokasi lain.
Di sisi lain, Ombudsman juga menemukan pemerintah belum memiliki dasar hukum menyangkut biaya kompensasi dan program yang dijanjikan.
“Warga menilai belum ada kepastian, baru janji-janji. Memang secara obyektif kita tahu bahwa tempat-tempat untuk memindahkan mereka juga belum siap,” ujar Johanes. (*)
ORI DIY Temukan Tiga Kasus Praktik Jual Beli Seragam Oleh Pihak Sekolah |
![]() |
---|
Ombudsman RI Perwakilan DIY Bersama Tim Satgas Gabungan Temukan Beras Tak Sesuai HET |
![]() |
---|
ORI DIY Soroti Dugaan Pungli Seragam di Salah Satu MAN di Yogyakarta |
![]() |
---|
ORI DIY Terima 164 Akses Pengaduan pada Semester I 2025, Didominasi Aduan Soal Pendidikan |
![]() |
---|
Kata Sebagai Ruang Temu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.