Kata Sebagai Ruang Temu

Jagat maya kembali riuh setelah beredarnya video ajakan umrah ke Borobudur dan situs-situs budaya lainnya. 

Editor: ribut raharjo
TRIBUNJOGJA.COM / Alexander Ermando
Budi Masthuri, Asisten Ombudsman RI, Berminat Terhadap Isu Komunikasi Sosial 

Oleh: Budhi Masthuri, Asisten Ombudsman RI, Berminat Terhadap Isu Komunikasi Sosial
 

TRIBUNJOGJA.COM - Jagat maya kembali riuh setelah beredarnya video ajakan umrah ke Borobudur dan situs-situs budaya lainnya. 

Sontak menyulut perdebatan, tidak sedikit yang merasa bahwa ajakan tersebut sebagai bentuk penistaan. 

Bagi mereka kata umrah, yang merujuk pada ibadah mahdhah di tanah suci, tak layak disematkan pada situs budaya seperti Candi Borobudur, dll. 

Fenomena ini menunjukkan bagaimana kata bukan sekadar lambang bunyi, tetapi penanda identitas, kuasa, dan legitimasi. 

Dalam masyarakat multikultural dan multikeyakinan, kata-kata tertentu bisa menjadi milik eksklusif komunitas tertentu, tidak boleh disentuh oleh yang lain. 

Lalu, siapa sebenaranya yang memiliki otoritas memberikan hak atas penguasaan kata?

Tidak Pernah Netral

Studi semiotika mmposisikan kata sebagai tanda. Tetapi tanda tidak pernah netral. 

Ia membawa makna yang dibentuk oleh sejarah, kuasa, dan komunitas pengguna. 

Dalam KBBI kata umrah memiliki arti kunjungan (ziarah) ke tempat suci (sebagai bagian dari upacara naik haji, dilakukan setiba di Makkah) dengan cara berihram, tawaf, sai, dan bercukur, tanpa wukuf di Padang Arafah, yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan waktu haji atau di luar waktu haji; haji kecil (https://kbbi.kemdikbud.go.id)

Meski arti umumnya adalah kunjungan atau ziarah ketempat suci, merujuk pada KBBI tersebut kata umrah telah dipersempit untuk memaknai haji kecil bagi umat Islam. 

Begitu penggunaan kata umrah keluar dari konteks keagamaannya, misalnya untuk menyebut ziarah ke Candi Borobudur, maka wajar jika memunculkan reaksi keras, sebab hal itu dianggap sebagai bentuk penyerobotan identitas. 

Apalagi KBBI telah melekatkan kata umrah dengan makna milik privat umat muslim. Ini artinya kata umroh tidak boleh dikonsumsi atau didaur ulang oleh kelompok lain, meskipun dengan makna yang dimodifikasi.

Reaksi keras seperti ini bukan hal baru. Kita juga pernah menyaksikan polemik tentang rendang babi. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved