Berita Jogja Hari Ini

Dosen DKV ISI Yogyakarta Duplikasi Wayang Beber Wonosari Agar Tetap Lestari dan Banyak Dikenal

Dosen sekaligus komikus dari program studi desain komunikasi visual, FSR, ISI Yogyakarta, Indiria Maharsi turut melestarikan wayang beber Wonosari

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Wisto Utomo sedang membuka gulungan wayang Beber yang sudah terlihat usang dan robek di beberapa pinggir kertas. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dosen sekaligus komikus dari program studi desain komunikasi visual, FSR, ISI Yogyakarta, Indiria Maharsi turut melestarikan wayang beber Wonosari

Upaya pelestarian ini melalui program pengabdian masyarakat diharapkan wayang beber semakin dikenal dan populer di masyarakat Indonesia dan menjadi warisan budaya yang dapat dipertunjukkan sebagai warisan leluhur dalam bentuk pagelaran wayang.

Indiria Maharsi, berupaya untuk terus mengenalkan dan mempopulerkan wayang beber kepada generasi milenial. Adapun ia beserta tim berfokus pada pada Wayang Beber yang berada di Wonosari.

Adapun pemilik Wayang Beber di Wonosari ini adalah Rubiyem yang kemudian diserahkan pada garis keturunannya yakni Wisto Utomo.  

Baca juga: Hariono Gondrong Resmi Ditunjuk Jadi Kapten PSIM Yogyakarta di Liga 2 2023/2024

Menurutnya, saat ini Wayang Beber Wonosari kurang begitu populer dan diminati oleh masyarakat utamanya generasi muda, tidak seperti halnya Wayang Kulit.

“Salah satu faktor penyebabnya adalah karena pagelaran Wayang Beber Wonosari hanya mempertontonkan gambar yang ada pada gulungan kertas (dluwang) itu saja dengan diiringi suara gamelan berlaras slendro dan suara dalang yang menceritakan kisah dalam gambar itu,” ujarnya Jumat (1/9/2023).
 
Dengan kondisi tersebut, wayang beber terkesan tidak dinamis dan tidak atraktif seperti Wayang Kulit.  

Indiria menyampaikan dalam upaya pelestarian wayang beber, telah menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menduplikasi wayang beber untuk kepentingan pertunjukan.

Ia memaparkan, proses duplikasi wayang beber ini tidak mudah karena menggunakan teknik yang hampir sama dengan pembuatan wayang beber itu sendiri.

“Yang berbeda hanya media atau bahan yang digunakan untuk duplikasi yang diharapkan awet dan tahan lama baik media maupun cat pewarnaannya. Sementara untuk proses penggambaran adegan-adegan memang memerlukan ketelitian yang tinggi,” ungkapnya.

Proses penggambaran ini memerlukan proporsi yang tepat, bentuk anatomi yang sesuai dan  yang sangat kompleks adalah penguasaan komposisi gambar pada bidang (shape).

Bentuk Wayang Beber sendiri adalah gulungan dluwang yang memanjang  dengan ukuran kurang lebih 70cm x 400cm.

“Proses duplikasi harus mempertimbangkan bagaimana penguasaan keluasan dipadukan dengan adegan-adegan visualnya, yang mempunyai sudut pandang perspektif tersendiri,” imbuhnya.  

Di sisi lain, untuk membantu mewujudkan pelestarian Wayang Beber, Selain restorasi dan duplikasi Wayang, perlu adanya semacam pelatihan dalam aspek sumber daya untuk kepentingan publikasi.

Wistu Utomo sendiri telah membentuk paguyuban Ki Remeng Mangunjoyo diberi penyadaran tentang pentingnya publikasi agar Wayang Beber tidak hanya dikenal sebagai benda pusaka, namun juga layak untuk disandingkan dengan Wayang Kulit.

“Sehingga Wayang Beber dapat eksis dikenal sebagai warisan budaya yang layak dipagelarkan sederajat dengan wayang kulit. Langkah awal dalam pelatihan ini adalah pemahaman tentang konsep 'branding' dengan logika sederhana, di mana output kegiatan ini berupa produk promosi seperti poster dan identitas corporate (paguyuban),” tandasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved