Sidang Vonis Kasus Mutilasi di Pakem

Vonis Mati untuk Pelaku Mutilasi di Pakem Sesuai dengan Keinginan Keluarga Korban

Ayah korban, Heri Prasetyo menyebut keputusan majelis hakim sudah sesuai dengan keinginannya, yaitu hukuman mati. 

Tribunjogja/ Christi Mahatma Wardhani
Ayah korban mutilasi, Heru Prasetyo (kiri) dan Kuasa Hukum Korban, Anwar Ari Widodo (kanan) ditemui usai sidang putusan di PN Sleman, Rabu (30/08/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Terdakwa pembunuhan disertai mutilasi terhadap korban Ayu Indraswari di Pakem, Heru Prastiyo, dijatuhi hukuman mati.

Vonis tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua, Aminuddin, dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Sleman, Rabu (30/08/2023). 

Ayah korban, Heri Prasetyo menyebut keputusan majelis hakim sudah sesuai dengan keinginannya, yaitu hukuman mati. 

"Saya menghendaki tetap hukuman mati ya. Iya, sesuai dengan keinginan saya (putusan majelis hakim)," katanya seusai sidang di PN Sleman. 

Baca juga: BREAKING NEWS : Heru Prastiyo Terdakwa Kasus Mutilasi di Pakem Divonis Hukuman Mati

Baca juga: Alasan Majelis Hakim PN Sleman Jatuhi Vonis Hukuman Mati Terhadap Terdakwa Kasus Mutilasi di Pakem

Menurut dia, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Heri Prastiyo sangat kejam.

Hukuman mati, kata dia, diharapkan menjadi pelajaran bagi pelaku mutilasi di Indonesia. 

"Karena proses mutilasi yang sangat kejam. Kalau, nuwun sewu, hanya ditusuk, mati, nggak apa-apa ya. Tapi ini dijadikan 65 bagian, disayat-sayat, dipotong kecil-kecil, dipisahkan, itu lah. Jadi tetap saya menghendaki hukuman mati, untuk pelajaran semua pelaku mutilasi seluruh Indonesia," sambungnya. 

Terdakwa Heru Prastiyo, pelaku pembunuhan mama muda yang disertai dengan mutilasi divonis mati oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Rabu (30/8/2023)
Terdakwa Heru Prastiyo, pelaku pembunuhan mama muda yang disertai dengan mutilasi divonis mati oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Rabu (30/8/2023) (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)


Sementara itu, Kuasa Hukum Korban, Anwar Ari Widodo, menjelaskan keluarga korban berharap hukuman mati adalah vonis hingga inkrah.

Ia menilai mati adalah hukuman yang tepat.

Karena dalam psikologi forensik dinyatakan pelaku berpotensi melakukan kembali.

Baca juga: Pelaku Mutilasi di Pakem Divonis Hukuman Mati, Hakim: Perbuatan Sadis dan Tidak Berperikemanusiaan

Baca juga: Pelaku Mutilasi di Pakem Divonis Hukuman Mati, Penasihat Hukum Pilih Pikir-pikir dan Akan Berunding

 

"Seandainya tidak dihukum mati, tentunya pada nanti saat keluar, siapa dari keluarga, atau mungkin dari kita, atau dari keluarga majelis hakim, atau dari keluarga JPU, yang mau jadi korban mutilasi seperti yang dilakukan saat ini terhadap Ayu Indraswari, almarhumah,"jelasnya. 

Jika seandainya terdakwa menyatakan banding, ia berharap putusannya nanti menguatkan putusan tingkat pertama. 

"Ataupun mungkin dari pihak penasehat hukum akan melakukan kasasi pun akan inkrah dengan putusan hukuman mati," imbuhnya.

Dalam sidang putusan, Hakim Ketua, Aminuddin menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana pembunuhan berencana. 

"Memperhatikan Pasal 340 KUHP dan UU no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan undang-undangan lain yang berhubungan dengan perkara ini. Mengadili,  menyatakan terdakwa Heru Prastiyo secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana pembunuhan berencana," katanya. 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati. Menetapkan terdakwa tetap ditahan," sambungnya. 

Terdakwa kasus pembunuhan disertai mutilasi mengikuti sidang putusan secara daring, Rabu (30/08/2023)
Terdakwa kasus pembunuhan disertai mutilasi mengikuti sidang putusan secara daring, Rabu (30/08/2023) (Tribun Jogja/ Christi Mahatma Wardhani)

Majelis hakim menilai ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa.

Perbuatan yang dilakukan terdakwa sangat terencana dan matang.

Hakim juga menyebut perbuatan terdakwa sangat sadis dan tidak berperikemanusiaan.

Selain itu, perbuatan terdakwa juga menimbulkan rasa suka mendalam, hingga menimbulkan trauma bagi keluarga korban, khususnya anak korban. 

"Akibat perbuatan terdakwa mengejutkan dan menakutkan sehingga sangat meresahkan masyarakat di DIY pada khususnya, dan umumnya Indonesia,"terangnya. 

Sedangkan terkait hal yang meringankan, majelis hakim menyebut tidak ada. (*) 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved