Biaya Disabilitas : Menggali Realitas yang Tidak Terlihat
Menurut UU no 19 tahun 2011, penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik
Oleh Ilsa Haruti Suryandari, CFP, AEPP
Pengajar Universitas Sanata Dharma
Menurut UU no 19 tahun 2011, penyandang disabilitas memiliki pengertian yakni orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Keterbatasan inilah yang kemudian pada kehidupan sosial memberikan fakta bahwa harus ada usaha lebih dari yang bersangkutan untuk menjalankan fungsi sosial. Usaha lebih ini bisa berwujud tenaga yang dikeluarkan ataupun uang untuk menutupi penjalanan fungsi social tadi.
Sebagai contoh, penyandang cacat fisik (lumpuh kaki) harus ke kantor desa yang sebenarnya tidak terlalu jauh untuk mengurus administrasi.
Ia selama ini menggantungkan pada pertolongan tetangga yang membawanya bepergian dengan sepeda motor. Namun kali ini, tetangga itu sedang tidak bisa mengantarnya.
Oleh karena itu, ia memesan jasa ojek online. Inilah yang disebut biaya disabilitas.
Jika orang yang bukan penyandang disabilitas mampu berjalan kaki ke kantor desa, maka ia harus menggunakan jasa ojek online yang biasanya mau membantunya menaiki tangga kantor desa.
Contoh lainnya yakni, satu keluarga memiliki seorang anggota keluarga yang cacat mental (anak).
Anak ini memiliki teman-teman sebaya di lingkungan tinggalnya. Keluarga kadang menjumpai ada teman-teman yang melakukan bullying kepada anak itu.
Keluarga berinisiatif untuk kadang mengundang teman-teman anak itu berkunjung ke rumah dan menyediakan makanan untuk mereka.
Tentu saja bukan hanya sekali dua kali. Hal itu dilakukan untuk mendekatkan keluarga dan teman-temannya sehingga menjauhkan aktifitas bullying kepada si anak.
Serta, menguatkan rasa solidaritas pertemanan. Ini pula bentuk dari biaya disabilitas.
Dua contoh di atas memiliki konteks yang berbeda.
Contoh pertama menekankan kepada kebutuhan pribadi, sedangkan contoh kedua menekankan kepada merawat komunitas social yang di dalamnya penyandang disabilitas terlibat.
Hal-hal seperti inilah yang kadang tidak diperhatikan bahwa selalu ada biaya disabilitas yang melekat pada aktiifitas sosial si penyandang disabiliitas.
Bila dijumlahkan, tentu akan ditemui hitungan biaya yang besar. Terlebih jika kita perhitungkan bahwa biaya disabitas ini melekat seumur hidup pada penyandang disabilitas.
Bagi penyandang disabilitas dan keluarganya ini, akan sangat baik jika memahami biaya disabiltas ini dan membuat perencanaan keuangannya.
Mereka harus mau mengalokasikan waktu menghitung dan mencatat kebutuhannya. Hal seperti ini membutuhkan ketekunan dan kerjasama dengan orang-orang terdekat.
Bila mereka abai pada biaya disabilitas, resiko pengeluaran biaya hidup personal dan keluarga akan tidak terkontrol yang pada akhirnya bisa mempengaruhi perekonomian seluruh anggota keluarga.
Terjadinya pembengkakan biaya disabilitas akan mempengaruhi kualitas mental dan sosial dalam keluarga tersebut. Tentu saja , ini bukanlah hal baik.
Keuntungan melakukan perencanaan ini yakni si penyandang disabilitas dan keluarganya memiliki acuan untuk keberlanjutan proses hidup si penyandang disabilitas yang lebih tertata dan kualitas sosial yang mendukungnya.
Untuk mendukung pelaksanaan perencanaan keuangan ini, perlulah penyandang disabilitas dan keluarga yang bersangkutan memiliki pengetahuan.
Informasi-informasi dari buku,internet, ataupun relasi sosial tentang perencanaan keuangan harus mereka miliki walaupun itu memang berat.
Diperlukan pula bagi pihak-pihak seperti kampus mendekatkan diri kepada kelompok-kelompok disabilitas dan keluarganya dan berbagi pengetahuan yang perlu bagi mereka. (*)
USD Dampingi KWT Godhong Ijo Terapkan IoT demi Pertanian Digital |
![]() |
---|
Peluncuran Buku Saga dari Bengawan Nil, Jejak 25 Tahun Kajian Budaya USD Yogyakarta |
![]() |
---|
Cerita Seniman Lukis di Yogyakarta Dirikan Komunitas Difabel |
![]() |
---|
USD Mewisuda 1.835 Mahasiswa, Awal Perjuangan untuk Terus Berkarya |
![]() |
---|
LPPM Sanata Dharma: Sampah Bukan Beban, tapi Peluang Ekonomi Kreatif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.