Berita Gunungkidul Hari Ini

Warga Mojosari Nglipar Gunungkidul Pertahankan Tradisi Kerajinan Alat Dapur

Warga Pedukuhan Mojosari, Kalurahan Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul memiliki tradisi unik yang lestari hingga kini. Bahkan berkat tradisi tersebut,

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Alexander Ermando
Deretan alat dapur tradisional yang diproduksi warga Mojosari, Kalurahan Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul. Pembuatannya sebagian besar masih menggunakan tangan. 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Warga Pedukuhan Mojosari, Kalurahan Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul memiliki tradisi unik yang lestari hingga kini.

Bahkan berkat tradisi tersebut, warga bisa mendapatkan tambahan penghasilan.

Tradisi yang dilakukan adalah produksi kerajinan berbagai alat dapur.

Setidaknya ada puluhan jenis alat dapur berbahan kayu, yang dibuat dengan tangan.

Baca juga: Dindikbud Purworejo Catat 5 Lembaga PAUD Belum Masuk Dapodik

Tradisi ini pun kian diperkuat dengan terbentuknya Kelompok Kerajinan Lestari Budaya Siwur. Kelompok ini terbentuk sejak 2021 silam.

Darto Siswoyo, bagian pemasaran dari kelompok menuturkan kerajinan tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun.

"Bahkan hampir 50 persen warga di Mojosari membuat kerajinan alat dapur ini," ungkap Darto ditemui pada Rabu (24/05/2023) lalu.

Mata pencaharian utama warga Mojosari adalah sebagai petani. Sedangkan membuat alat dapur tradisional menjadi pekerjaan sambilan demi mendapatkan tambahan.

Meski hanya sambilan, Darto mengatakan justru dari produksi alat dapur tradisional inilah warga bisa bertahan hidup. Sebab hasil pertanian tidak bisa menutup sepenuhnya.

"Apalagi panen kan rata-rata hanya 2 kali setahun, jadi membuat alat dapur tradisional ini sangat bermanfaat secara ekonomi," ujar pria yang akrab disapa Wadiyo ini.

Alat dapur yang diproduksi seperti talenan, ulekan, centong air, alat parut, alu, hingga cetakan kue. Hampir seluruh pembuatannya masih dilakukan secara tradisional.

Namun ternyata penjualannya sudah merambah hingga sebagian besar Jawa Tengah dan Jakarta. Darto sendiri yang biasanya berkeliling mengantarkan pesanan para pelanggan.

"Kalau yang dekat biasanya pakai motor, tapi kalau jauh dan pesanannya banyak, pakai mobil," jelasnya.

Adanya kelompok membuat pengelolaan hasil penjualan menjadi lebih mudah. Bahkan membantu usaha produksi kerajinan tetap bertahan hingga kini.

Namun tetap saja ada kendala yang dijumpai. Mulai dari biaya produksi yang kerap tak sebanding dengan hasil penjualan, hingga minimnya regenerasi pengrajin.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved