Sumbu Filosofi Yogyakarta

Kisah Raja Yogyakarta: Episode Sri Sultan Hamengku Buwono III, Ayah Pangeran Diponegoro

Inilah kisah perjalanan hidup Sri Sultan Hamengku Buwono III, ayah dari Pangeran Diponengoro.

DOK. Kraton Jogja
Kisah Raja Yogyakarta: Episode Sri Sultan Hamengku Buwono III, Ayah Pangeran Diponegoro 

TRIBUNJOGJA.COM - Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah garis lurus yang menghubungkan Tugu Golong Gilig (Tugu Jogja), Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak.

Jika ditarik lagi ke arah utara dan selatan, Sumbu Filosofi Yogyakarta juga memuat garis imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Golong Gilig (Tugu Jogja), Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak, sampai Laut Selatan

Sumbu Filosofi Yogyakarta berpusat di Keraton Yogyakarta. 

Peta Sumbu Filosofi Keraton Yogyakarta
Peta Sumbu Filosofi Keraton Yogyakarta (visitingjogja)

Adapun makna Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah lambang keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan (Hablun min Allah), manusia dengan manusia (Hablun min Annas), dan manusia dengan alam.

Keselarasan hubungan manusia dengan alam termasuk lima komponen pembentuknya, yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), serta akasa (ether). 

Sosok yang mencetuskan Sumbu Filosofi Yogyakarta ini, tak lain adalah Raja Pertama Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I

Beliau pula yang membangun Keraton Yogyakarta.

Klik di sini untuk membaca kisah hidup Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Klik di sini untuk membaca kisah Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Dirangkum Tribunjogja.com dari laman resmi Kratonjogja.id, berikut kisah tentang Sri Sultan Hamengku Buwono III, cucu dari pembangun Keraton Yogyakarta, dan ayah dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro.

Masa kecil Sri Sultan Hamengku Buwono III

Sri Sultan Hamengku Buwono III
Sri Sultan Hamengku Buwono III (DOK. Kraton Jogja)

Sri Sultan Hamengku Buwono III adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono II dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Kedhaton.

Ia dilahirkan pada 20 Februari 1769 dan memiliki nama kecil Raden Mas (RM) Surojo.

Dalam biografi Tan Jin Sing, disebutkan bahwa RM Surojo adalah sosok yang pendiam.

Cucu dari Raja Pertama Yogyakarta ini juga sosok yang cenderung mengalah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved