Mutiara Ramadan

Belajar Menghargai

Dalam satu pendapat ulama mengatakan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Mohamad Akyas, Guru MIN 1 Gunungkidul 

Oleh: Mohamad Akyas, Guru MIN 1 Gunungkidul

TRIBUNJOGJA.COM - Dalam satu pendapat ulama mengatakan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Lupa merupakan sifat alamiah dan naluriah setiap manusia yang mengingatkan bahwa tidak ada yang sempurna.

Seseorang bisa saja berpotensi untuk melakukan kesalahan dan lupa. Hal ini dapat terjadi saat seseorang berpuasa.

Di hari biasa kita dapat makan dan minum dengan bebas kemudian datang bulan Ramadan yang menghentikan sementara kebiasaan tersebut.

Terkait dengan kasus lupa makan dan minum saat berpuasa, terdapat perbedaan pendapat antar-ulama. Jumhur ulama (Syafi’i, Hanafi, dan Hambali) berpendapat, orang yang makan dan minum ketika berpuasa karena lupa tidak diwajibkan untuk mengganti (qodho).

Namun menurut Imam Malik, orang yang lupa ini tetap berkewajiban untuk meng-qodho puasa di hari lain. Perbedaan pendapat ini dinisbatkan pada tambahan riwayat “dan ia tidak perlu menggantinya” di akhir hadis riwayat Imam Daruqutni.

Keempat Imam mazhab sepakat dengan hadis orang yang lupa makan dan minum saat berpuasa, namun dalam memahaminya mereka berbeda pendapat.

Imam Malik berpendapat bahwa puasanya orang yang lupa tersebut sudah batal, dan ia diperbolehkan untuk tidak melanjutkan makan dan minum hingga magrib pada hari tersebut.

Puasa tetap batal di luar keadaan seseorang itu lupa atau sengaja. Karena dalam rukun puasa harus menahan diri dari makan dan minum. Meski batal, orang tersebut tidak berdosa karena dilakukan secara tidak sengaja.

Menanggapi perbedaan pendapat tersebut, alangkah baiknya kita saling menghargai. Bagi seseorang yang mengikuti mazab Maliki pada kasus ini kita persilakan dan mengingatkan jika lupa untuk meng-qodho di hari lain.

Kita tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengikuti pendapat mayoritas bahwa orang yang makan atau minum karena lupa pada siang hari di bulan Ramadan itu tidak berdosa, tidak juga batal puasanya serta tidak harus menggantinya di lain hari. Karena di balik setiap keputusan Imam Mazab, terdapat hal-hal yang melatarbelakanginya sehingga diputuskan masalah tersebut.

Hal yang perlu dipahami adalah dalam melakukan ijtihad, para ulama tidak serta-merta begitu saja menerima dengan mentah dalil yang terdapat di Al-Quran maupun hadis.

Namun diperlukan ilmu tambahan untuk memahami secara utuh makna yang terkandung di dalamnya dan juga mengkontekstualisasikan dengan keadaan pada saat itu.

Berkaca dari satu riwayat hadis tentang lupanya orang yang sedang berpuasa ini, meskipun keempat imam madzhab bersepakat namun mereka berbeda pendapat dalam memahaminya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved