Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Menilik Masjid Sela, Masjid Peninggalan HB I yang Dulu Digunakan Ibadah Keluarga Keraton

Masjid Sela dulunya merupakan bagian dari Dalem Kadipaten, yang digunakan sebagai tempat tinggal pangeran atau calon raja.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Christi Mahatma
Masjid Sela yang merupakan masjid peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang dibangun pada 1780 masehi, Selasa (28/03/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masjid menjadi tempat yang sakral untuk beribadah.

Tidak hanya tempat beribadah, masjid yang di RT 41 RW 11 Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta tersebut memiliki nilai sejarah.

Masjid tersebut adalah Masjid Sela , yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. 

Penjaga Masjid Sela , Sunarwiyadi menuturkan masjid tersebut dulunya merupakan bagian dari Dalem Kadipaten, yang digunakan sebagai tempat tinggal pangeran atau calon raja. 

Masjid tersebut dibangun pada tahun 1709 Saka atau 1780 Masehi. 

"Dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I. Tahun 1755 itu kan Keraton Mataram dibagi dua, Yogyakarta dan Surakarta. Kemudian membangun Keraton dan istilahnya dalem atau rumah tinggal pangeran calon raja, yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwono II," katanya, Selasa (28/03/2023). 

"Dalem Kadipaten ini besar dan luas, masuknya dari Plengkung Wijilan sana. Nah termasuk di dalamnya ada masjid ini (Masjid Sela). Yang konon digunakan untuk keluarga Keraton saja," sambungnya. 

Menurut informasi, arsitek masjid tersebut adalah seseorang berkebangsaan Portugis.

Hal itu karena arsitektur Masjid Sela sama dengan bangunan Tamansari. 

Bangunan Dalem Kadipaten tersebut mengalami kerusakan pasca serangan tentara Inggris pada tahun 1812.

Namun bangunan masjid masih kokoh berdiri hingga kini. 

Setelah rusak, Masjid Sela tidak digunakan lagi, hanya sebagai tempat penyimpanan keranda.

Kemudian pada 1965 masyarakat meminta izin ke Keraton Yogyakarta untuk memanfaatkan masjid tersebut. 

"Pengurus kampung mengajukan surat ke Keraton, meminta izin menggunakan tempat ini sebagai tempat ibadah. Jawabannya cuma singkat, keno nganggo ora keno owah-owah (boleh memakai tapi tidak boleh mengubah-red). Jadi bangunan masjid yang tengah ini masih asli. Dulu kanan dan kirinya kolam, lalu untuk keperluan jamaah, dibangun kanan-kirinya seperti ini. Tetapi yang tengah masih asli,"terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved