Berita Wonosobo

Dinas Pariwisata Wonosobo Gencarkan Lagi Pamor Wayang Othok Obrol

Ada beberapa jenis wayang yang berkembang, satu di antaranya Wayang Othok Obrol, yang kini hampir punah.

Editor: Agus Wahyu
TRIBUNJOGJA.COM/ISTIMEWA
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo, Agus Wibowo, sebelum pementasan wayang Othok Obrol. 

TRIBUNJOGJA.COM, WONOSOBO - Wayang merupakan seni pertunjukan kebudayaan masyarakat Nusantara. Kesenian wayang sudah ada sejak era kerajaan Hindu Buddha dengan berbagai macam lakon dan alur cerita yang mengandung pesan moral untuk penontonnya.

Ada beberapa jenis wayang yang berkembang, satu di antaranya Wayang Othok Obrol, yang kini hampir punah. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo, Agus Wibowo.

“Lambat laun kesenian asli Tanah Air akan tergerus zaman, bahkan punah. Untuk itu, sejumlah pihak berupaya melestarikannya agar tetap hidup. Termasuk, wayang Kedu yang berkembang di wilayah Kabupaten Wonosobo, dengan julukan wayang Othok Obrol di Desa Selokromo, Kecamatan Leksono,” kata Agus Wibowo, saat menghadiri Pagelaran Wayang Othok Obrol di Balai Desa Selokromo, Jumat (17/3/2023) silam.

Selain itu, tambah Agus, wayang othok obrol telah lolos verifikasi kajian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sehingga, ini melengkapi beberapa tradisi lain dari Wonosobo yang telah terdaftar sebagai WBTB. Misalnya, Ruwatan Rambut Gimbal pada 2016, Hak-hakan pada 2018, serta Tari Topeng Lengger dan Bundengan pada 2020.

Menurut Agus, popularitas kesenian Wayang Othok Obrol meredup seiring arus globalisasi dan perkembangan media sosial. Di sisi lain, wayang itu dinilai terlalu pakem dan tak mampu menyesuaikan dengan tuntutan zaman, sehingga perlahan-lahan kehilangan pasarnya.

“Guna melestarikan seni dan budaya di Wonosobo, saya sudah menghimpun seluruh even-even skala kecil hingga internasional, untuk kita suguhkan dan tampilkan. Even ini jangan berhenti pada tahun ini saja, tetapi lebih dikemas lagi sesuai aspek pangsa pasar yang ingin dituju. Sehingga, bisa menjadi even budaya yang bisa menarik wisatawan,” tandasnya.

Sementara Penggiat Budaya sekaligus ketua Panitia, Naniek Widayat menjelaskan, dibanding Wayang Gagrak (gaya) Mataram pada umumnya, Wayang Othok Obrol mempunyai ciri khas tersendiri. Antara lain, sunggingan tokoh wayang dan suluk dalang yang berbeda, ketiadaan sinden atau wiraswara, gamelan yang tak lengkap atau hanya tujuh alat gamelan, notasi gamelannya yang lebih sederhana, dan biasanya lebih banyak menggelar lakon ruwatan.

“Warisan pedalangan yang telah bertahan selama enam generasi ini terancam tak ada penerusnya. Calon dalang othok obrol menghadapi godaan berupa gagrak lain yang lebih populer. Meski demikian, upaya pelestarian terus dilakukan. Kami berharap, semakin banyak masyarakat mengenal Wayang Othok Obrol dan pelestarian kepada generasi muda berjalan dengan baik,” jelasnya.

Naniek menjelaskan, wayang Othok Obrol mengacu pada wayang gagrag Kedu yang menjadi dasar rupa wayangnya. “Menurut Ki Makim, wayang itu beda dari yang lain, karena tak diciptakan dengan laku tatah-sungging manusia. Fisiknya berciri tua dan gemuk, sehingga terkesan ‘cebol’ dan memiliki wajah menunduk. Wayangnya diwarnai dengan pigmen alami, diantaranya dari gerusan tulang, biji gendhulak, jelaga, dan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, lakon Wayang Obrol tidak berat untuk dinikmati, sama halnya Wayang Purwa. Karena, Wayang Othok Obrol membawakan kisah Mahabarata dan Ramayana, dengan lakon-lakon carangan, misalnya Murti Serat, Raja Kèngsi, Andhaliretna.

“Atau yang familiar selera rakyat, semisal Semar Supit dan Semar Cukur. Lakon yang merakyat dan ringan, tapi bermakna inilah yang sempat membuat Wayang Othok Obrol populer di Wonosobo. Terlebih, biaya operasionalnya cukup terjangkau, karena hanya membutuhkan satu dalang dan delapan wiyaga, tanpa sinden,” katanya.

“Kami bersama Pemerintah Selokromo dan paguyuban JETAYU Jejeg, Cetha, Rahayu berusaha nguri-nguri Wayang Othok Obrol, yang diawali ruwat Sukerto, pagelaran wayang, dan larung rikma sukerto,” sambungnya. (ayu/ord)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved