Berita Kota Yogya Hari Ini

Akademisi UGM Soroti Polemik Perppu Cipta Kerja, Ini 2 Masalah Utamanya

"Itu isu-isu utama yang berulang dikritik oleh gerakan pekerja dan serikat pekerja, sama sekali tidak berubah karena pengaturannya disalin saja dari

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Azka Ramadhan
Suasana FGD Perppu Cipta Kerja: Perspektif Konstitusional dan Citizen Rights, di Yogyakarta, Selasa (14/3/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tidak hanya dari pekerja, kalangan akademisi pun turut menyoroti rentetan permasalahan yang muncul akibat pemberlakuan Perppu Cipta Kerja dalam beberapa waktu tahun terakhir.

Salah satu yang jadi sorotan utama adalah, menambah ketidakpastian hukum mengenai aturan ketenagakerjaan.

Dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum (FH) UGM, Nabiyla Risfa Izzati, menandaskan, terdapat dua hal yang jadi problem akibat Perppu Cipta Kerja.

Yaitu, batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan kemudahan prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang membuat buruh makin nelangsa.

Baca juga: Cerita Kakek Misnadin Ketemu Setelah Tiga Hari Hilang di Hutan Baluran Situbondo

"Itu isu-isu utama yang berulang dikritik oleh gerakan pekerja dan serikat pekerja, sama sekali tidak berubah karena pengaturannya disalin saja dari ketentuan UU Cipta Kerja," ungkapnya, di sela FGD Perppu Cipta Kerja: Perspektif Konstitusional dan Citizen Rights, di Yogyakarta, pada Selasa (14/3/2023) siang.

Sementara, dua perubahan substansif dalam klaster ketenagakerjaan Perppu Cipta Kerja, malah menyasar soal pengupahan dan alih daya (outsourching). Tetapi, bukannya memberikan manfaat, perubahan substansi tersebut, justru menambah ketidakpastian hukum terhadap aturan mana yang bakal berlaku. 

"Di satu sisi, Perppu Ciptaker menyebut bahwa aturan pelaksana dari UU Ciptaker tetap berlaku, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Perppu. Di sisi lain, substansi pengaturan soal pengupahan dan alih daya, atau outsourcing jauh berubah," terangnya.

"Perubahan pasal–pasalnya juga justru menambah pertanyaan baru. Contoh, outsourcing tidak jelas yang akan diatur lebih lanjut itu tentang apa. Pengupahan juga ada tambahan Pasal 88F, yang menyebut bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat membuat formulasi UMP berbeda," tambah Nabiyla.

Hal tersebut, katanya, menunjukkan pemerintah lebih memilih melakukan manuver melangkahi konstitusi, ketimbang melaksanakan meaningful participation.

Pasalnya, alasan utama UU Ciptaker inkonstitusional adalah karena tidak adanya meaningful participation dalam pembuatannya, namun sengaja diulang lewat Perppu, berkedok 'kegentingan memaksa'.

"Baik serikat pekerja, maupun organisasi pengusaha sama-sama merasa dikejutkan dengan dikeluarkannya Perppu Ciptaker secara tiba-tiba. Jadi, pemerintah itu berkonsultasi dengan siapa di pembahasan kluster ketenagakerjaan Perppu," jelasnya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved