Kisah Inspiratif

Kisah Haru Putri Buruh Klaten Bisa Raih Gelar Profesor di UPN Veteran Yogyakarta

“Ini adalah titik penting dalam hidup saya. Saya tak bisa membalas satu per satu jasa dari orang-orang yang telah banyak membantu saya,” ucap

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Ardhike Indah
Prof. Dr. Puji Lestari, S.IP, M.Si (tengah) bersama dengan keluarga. Dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi FISIP UPNVY, Kamis (2/3/2023), di Auditorium WR Soepratman 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Senyum Puji Lestari sumringah dengan mantap menatap para tamu yang hadir di Auditorium WR Soepratman, kampus Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta (UPNVY).

Puji resmi menyandang gelar Guru Besar dalam Bidang Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPNVY.

Maka, gelarnya kini adalah Prof. Dr. Puji Lestari, S.IP., M.Si.

“Ini adalah titik penting dalam hidup saya. Saya tak bisa membalas satu per satu jasa dari orang-orang yang telah banyak membantu saya,” ucap perempuan kelahiran 1970 itu.

Baca juga: Seorang Warga Sleman Meninggal Dunia karena Leptospirosis di Awal Tahun 2023

Ia merupakan guru besar pertama di FISIP dan yang ke-12 di kampus UPNVY.

Kisah hidupnya pun mengharukan, karena Puji muda mungkin tak pernah berpikir bisa mencapai posisi tertinggi sebagai akademisi itu.

Puji lahir di Desa Ngandong, sebuah desa kecil di Klaten, Jawa Tengah. Dia adalah anak sulung dari empat bersaudara.

Selayaknya anak perempuan pertama dalam keluarga, Puji memiliki bahu sekuat baja dengan hati setegar karang.

Ayahnya, mendiang Yusuf Giman Gito Sukarto adalah seorang buruh yang tidak tamat sekolah rakyat.

Ibunya, mendiang Maria Wakinem adalah ibu rumah tangga lulusan sekolah rakyat.

Mau tidak mau, dia harus menjadi contoh baik bagi tiga adiknya,

“Namun, bapak mampu membuat saya dan tiga adik saya, Gimin, Dalono, Sugeng, semua menjadi sarjana dan menikah,” ucapnya.

Sang ibu, yang dia panggil simbok, belum sempat melihatnya menjadi profesor, tapi doanya menjadi jalan terang Puji memangku amanah yang besar itu.

“Setiap hari, simbok mendoakan saya agar mencapai profesor. Saat saya dan suami pergi mengurus perkembangan usulan profesor, simbok menunggu tiga jam hingga kami datang. Setelah kami datang, simbok pun pergi selamanya,” cerita Puji dengan nada bergetar.

Kehidupannya yang sederhana kala itu tidak lantas menyurutkan langkah Puji untuk menempuh studi lebih tinggi.

Padahal, orangtuanya sempat menolak ia sekolah di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta karena tiada biaya.

Perjalanannya menempuh studi di SMA tersebut pun dilalui dengan penuh air mata.

Mi kuning kering disiram air panas acap kali jadi menu santapan sehari-hari.

Kadang, Puji juga memakan lauk kering tempe dengan nasi, racikan sang ibu yang berada di Klaten.

Setelah lulus dari SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, Puji pun melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan beasiswa Supersemar tahun 1989-1994.

Dia pun menikah dengan KJK Ginting, lelaki asal Karo di tahun 1996 yang sangat mendukungnya untuk terus meraih titel yang tinggi.

Komunikasi Hati

Saat dikukuhkan sebagai guru besar, Puji menyampaikan pidato ilmiah ‘Komunikasi Hati Sebagai Aspek Penting Pengurangan Risiko Bencana Sosial dan Mental’.

Komunikasi hati sesungguhnya adalah bagian vital dalam pengurangan risiko bencana, baik sosial maupun mental.

“Pertanyaannya kemudian, bagaimana proses komunikasi hati melalui olah pikir dan olah rasa tersebut berperan? Manusia perlu menyadari setiap bencana yang terjadi, menerima, dan mengelola semua hal buruk,” terangnya.

Kemudian, dia perlu berdamai dengan dirinya. Hal ini akan membantu mentalnya untuk tetap sehat dan dapat menjalani kehidupan dengan baik.

“Komunikasi hati melalui olah pikir dan rasa dapat dilakukan secara individu maupun kelompok untuk pengurangan risiko bencana sosial dan mental,” jelasnya.

Secara individu, seseorang harus memikirkan setiap peristiwa sebelum bertindak.

Berpikir positif dalam setiap peristiwa yang dialami bahkan termasuk berpikir positif dalam kejadian negatif.

Dia menilai, pada dasarnya masih banyak yang dapat dilakukan oleh para ilmuwan untuk pengurangan risiko bencana sosial dan mental asal ada kemauan.

“Kita bisa? Pasti bisa. Melalui komunikasi hati hidup akan lebih berarti,” terangnya.

Dia berharap, predikat dan tanggung jawab yang diemban sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi dapat membawa kemanfaatan luas tidak hanya bagi pribadi, tetapi juga bagi almamater, bangsa, dan kemanusiaan. (ard)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved