Mengapa Gempa di Turkiye Bisa Merusak dan Menimbulkan Korban Jiwa? Ini Analisis Dosen Geologi UGM
Kerusakan gempa bumi sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempa, durasi gempa, jarak gempa (jarak horizontal dan kedalaman) dari lokasi
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Bencana Gempa Bumi di Turkiye dan Suriah yang terjadi pada Senin (6/2/2023) bersifat merusak dan menimbulkan ribuan korban.
Gempa bumi dahsyat bermagnitudo 7,8 tersebut mnghancurkan bangunan dan getarannya pun terasa hingga ke beberapa negara tetangga.
Berdasarkan data terkini, jumlah korban jiwa akibat peristiwa tersebut telah mencapai tujuh ribu lebih.
Sementara belasan ribu orang lainnya juga dikabarkan mengalami luka-luka.
Dari hasil laporan laporan Badan Survei Geologi Amerika (USGS) menyatakan bahwa pusat gempa di Turkiye berkekuatan 7,8 itu berada 23 kilometer timur Nurdagi, di Provinsi Gaziantep, Turkiye, pada kedalaman 24,1 kilometer.
Dosen Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Wahyu Wilopo, mengatakan magnitude gempa di Turkiye yang cukup besar dan tingkat kedalaman pusat gempa yang dangkal menyebabkan risiko tingkat kerusakan bangunan yang begitu besar.
”Kerusakan gempa bumi sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempa, durasi gempa, jarak gempa (jarak horizontal dan kedalaman) dari lokasi, kondisi tanah dan batuan di lokasi termasuk ada tidaknya jalur patahan dan kekuatan bangunan yang ada,” kata Wahyu Wilopo, Selasa (7/2/2023).
Di samping itu, tambah Wahyu, episentrum gempa juga berada di daerah daratan dan kejadian gempa yang besar terjadi bukan pada gempa pertama, namun pada kejadian gempa selanjutnya.
“Yang terjadi pada pukul 4.17 pagi dengan magnitude yang lebih rendah, kemudian terjadi gempa lagi pada pukul 4.28 dengan magnitude 6,7 dan pada pukul 13.24 siang terjadi gempa dengan magnitudo paling besar 7,8,” katanya.
Kejadian gempa yang berturut-turut dengan magnitude yang cukup besar ini, menurut pengamatannya justru akan lebih merusak dibandingkan dengan kejadian gempa yang hanya terjadi hanya sekali atau gempa yang agak besar diikuti dengan gempa-gempa kecil.
“Masyarakat kita juga harus waspada terhadap gempa susulan, yang mungkin magnitudonya lebih besar dari gempa yang pertama seperti kasus yang terjadi di Turkiye ini atau di Lombok pada 2018,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan soal banyaknya korban yang meninggal dunia yang tertimpa reruntuhan bangunan, Wahyu Wilopo menjelaskan secara umum bangunan di Turkiye sudah lebih baik secara kekuatan dibandingkan di Indonesia.
Namun demikian, dengan kejadian gempa yang cukup besar berkali-kali akan menyebabkan terjadinya keruntuhan.
“Sebagian besar tipikal bangunan di Turkiye dibangun bertingkat bukan satu lantai, sehingga lebih rentan runtuh dan menimbulkan banyak korban,” jelasnya.
Apa Kata Dosen Hukum UGM Soal Pemberian Amnesti dan Abolisi Terdakwa Korupsi |
![]() |
---|
Inovasi Mahasiswa KKN PPM UGM, Nagari Sungai Nyalo Mudiak Aia Tak Lagi Menakutkan di Malam Hari |
![]() |
---|
Lebih dari 10 Ribu Mahasiswa Baru UGM Ikuti PIONIR 2025, Rektor: Ruang Awal Bentuk Karakter |
![]() |
---|
Lestarikan Ekosistem Bawah Laut Sumbar, Mahasiswa KKN UGM Tanam Terumbu Karang |
![]() |
---|
Arti Gempa Bumi Malam Hari di Bulan Agustus 2025, Pertanda Apa Menurut Primbon Jawa? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.