Wisata Jogja

Kampung Ketandan, Kawasan Pecinan di Yogyakarta yang Cocok Dikunjungi saat Imlek

Tahun Baru Imlek sebentar lagi tiba, di Yogyakarta ada sebuah kampung pecinan bernama kampung ketandan yang wajib anda kunjungi menjelang Imlek

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM
Suasana Kampung Ketandan, Kawasan Pecinan di Kota Yogyakarta menjelang Hari Raya Imlek 

TRIBUNJOGJA.COM - Perayaan Tahun Baru Imlek sebentar lagi akan tiba. Sudah banyak ornamen-ornamen lampion berwarna merah menghiasi sudut kota.

Begitu pula dengan penjualan pernak-pernik khas Imlek yang meningkat dan makanan khas Imlek seperti kue keranjang yang sudah banyak dijual di toko-toko.

Melihat tradisi perayaan Imlek, banyak di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki keunikan sendiri dalam menyambutnya.

Ada berbagai macam festival budaya dan kuliner Tionghoa yang ditampilkan.

Biasanya, di tiap kota di Indonesia memiliki daerah yang disebut Pecinan atau kampung cina karena mayoritas penduduknya yang bermukim disana adalah etnis Tionghoa.

Di Kota Yogyakarta misalnya, kota budaya dan wisata yang selalu menjadi magnet wisatawan ini ternyata juga memiliki daerah Pecinan, yaitu Kampung Ketandan.

Baca juga: 5 Rekomendasi Wisata di Jogja dengan Nuansa Ala Korea yang Kece Banget

Keberadaan Kampung Ketandan ini menjadi bukti akulturasi budaya dan kerukunan masyarakat antara etnis Jawa dan Tionghoa di Yogyakarta pada masa lampau.

Kampung Ketandan lokasinya berada di pusat Kota Yogyakarta.

Tidak jauh dari kawasan perdagangan dan tujuan utama wisata di Kota Yogyakarta, yaitu Malioboro.

Kampung ini merupakan kampung Pecinan di Kota Yogyakarta yang memiliki kisah sejarah hubungan antara etnis Tionghoa dan Kesultanan Yogyakarta.

Gerbang Kampung Ketandan
Gerbang Kampung Ketandan (TRIBUNJOGJA.COM / Pradito Rida Pertana)

Kampung Ketandan lahir pada akhir abad 19, sebagai pusat permukiman orang Cina pada jaman Belanda.

Asal muasal nama Ketandan berasal dari kata “tondo”,  sebutan bagi para pegawai penarik pajak etnis Tionghoa pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana III.

Pemerintah Belanda kemudian menerapkan aturan pembatasan pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal Tionghoa (wijkertelsel).

Baca juga: 4 Destinasi Wisata Wajib Dikunjungi di Pulau Bintan, Yuk Selami Kearifan Lokal

Tetapi dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II, warga Tionghoa tersebut tetap dapat menetap di tanah yang terletak di utara Pasar Beringharjo ini, dengan maksud turut memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat.

Arsitektur bangunan di kawasan ini masih didominasi nuansa tempo dulu.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved