Beijing Tolak Politisasi Wabah Covid yang Kembali Melonjak di China

Mao Ning, juru bicara Kemenlu China meeminta AS dan sekutu-sekutunya tidak mempolitisasi melonjaknya wabah Covid-19 di China.

Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
AFP/STR
TES SWAB -Seorang warga menjalani tes swab di Xi'an, Provinsi Shaanxi utara , China, Selasa (4/1/2022). 

Misalnya, memberlakukan tes PCR wajib pada mereka yang bepergian dari AS ke China.

"Tapi pihak AS yang menciptakan preseden buruk, menempatkan lebih banyak hambatan di jalan bisnis normal dan pertukaran orang-ke-orang antara kedua negara," katanya.

Selain AS, Jepang juga meningkatkan kontrol perbatasan yang menargetkan pelancong dari China, karena negara Asia itu akan membutuhkan hasil tes yang lebih ketat dari pengunjung China.

Langkah-langkah saat ini mengharuskan semua pelancong dari daratan Tiongkok untuk melakukan tes antigen sederhana setibanya di Jepang.

Mereka yang dites positif diharuskan tinggal di fasilitas karantina, NHK melaporkan pada Rabu.

Di bawah rencana baru, kedatangan dari daratan China akan diminta untuk menjalani tes antigen atau PCR kuantitatif yang lebih akurat.

Pelancong dengan penerbangan langsung dari daratan China juga harus menunjukkan hasil tes negative.

Menanggapi langkah-langkah baru Jepang, juru bicara Mao mengatakan China selalu percaya untuk semua negara, langkah-langkah respons COVID harus berbasis sains dan proporsional.

"Mereka tidak boleh digunakan untuk manipulasi politik, tidak boleh ada tindakan diskriminatif terhadap negara tertentu,” katanya.

Komite Keamanan Kesehatan Uni Eropa juga menerapkan pengenalan pengujian Covid pra-keberangkatan untuk pelancong dari China.

Namun, beberapa negara telah menahan pembatasan baru tersebut - misalnya, Austria yang khawatir akan berdampak pada kedatangan turis dari China.

Sementara situs Aljazeera menyoroti situasi di China yang menurut mereka tegang setelah muncul kembali kebijakan ketat terkait penanganan virus corona.

Pembalikan kebijakan yang mengejutkan oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping juga membuat beberapa orang yang apolitis merasa sangat sakit hati dengan para pemimpin mereka di Beijing.

Di kota terbesar China, Shanghai, Ming Li yang berusia 31 tahun – yang meminta agar nama aslinya tidak disebutkan – termasuk di antara mereka yang protes.

Kebakaran yang merenggut banyak nyawa di Urumqi beberapa waktu lalu dianggapnya buah dari pembatasan ketat, sehingga penghuni apartemen tidak bisa ke mana-mana.

Demonstran seperti Ming Li mencerca pembatasan, yang selama hampir tiga tahun telah menentukan kehidupan di China.

Ming Li dan sejumlah orang termasuk yang menginginkan Presiden Xi Jinping minggir atas buah kebijakannya terkait penanganan pademi Covid.(Tribunjogja.com/GlobalTimes/Aljazeera/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved