Beijing Tolak Politisasi Wabah Covid yang Kembali Melonjak di China
Mao Ning, juru bicara Kemenlu China meeminta AS dan sekutu-sekutunya tidak mempolitisasi melonjaknya wabah Covid-19 di China.
Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
TRIBUNJOGJA.COM, BEIJING – Pemerintah China mendesak AS dan sekutunya untuk berhenti mempolitisasi masalah wabah Covid-19 dan fokus memerangi serangan virus itu.
AS dan Jepang memberlakukan pembatasan perjalanan baru pada penumpang dari China, mengutip kekhawatiran atas varian baru dan kebangkitan wabah ini.
Pernyataan diserukan Mao Ning, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Rabu (4/1/2023) merespon kebijakan sejumlah negara yang menuduh China tidak transparan.
China menurut Mao Ning selalu percaya negara tidak boleh menggunakan praktik diskriminatif untuk memengaruhi pertukaran orang-ke-orang yang normal.
“Jika AS tidak mempolitisasi epidemi, mungkin situasi Covid di AS dan seluruh dunia tidak akan menjadi seperti sekarang ini," kata Mao Ning dikutip Global Times.
"Kami benar-benar berharap fokusnya adalah pada penanggulangan virus daripada mempolitisasi masalah Covid, dan negara-negara dapat meningkatkan solidaritas bersama mengalahkan pandemi," kata Mao.
Baca juga: Pandemi Covid-19 dan Keamanan Manusia
Baca juga: WHO Umumkan Pandemi Global Virus Corona, Ini Definisi dan Perbedaannya dengan Epidemi
Baca juga: Selain Virus Corona, Ini 6 Pandemi Global Terburuk Sepanjang Sejarah di Dunia
Komentar tersebut dibuat setelah Gedung Putih menyebut reaksi Beijing baru-baru ini terhadap pembatasan perjalanan oleh beberapa negara, termasuk AS, sebagai pembalasan.
Menanggapi beberapa negara yang memberlakukan peraturan baru pada pelancong dari China, Kemenlu China mengatakan Beijing akan mengambil tindakan yang sesuai.
China, kata Mao, selalu membagikan informasi dan datanya secara bertanggung jawab kepada komunitas internasional.
Menurut statistik yang tidak lengkap, selama tiga tahun terakhir, China telah melakukan lebih dari 60 pertukaran teknis dengan WHO, dua di antaranya dilakukan setelah 10 tindakan baru saja dirilis.
China terus membagikan data genom virus tersebut melalui Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID).
Pakar kesehatan dari banyak negara mengatakan pembatasan masuk yang menargetkan China tidak diperlukan.
AS selalu menggunakan epidemi untuk mencapai tujuan politiknya dengan meluncurkan kampanye kotor yang menargetkan China.
Li Haidong, seorang profesor di Institut Hubungan Internasional di Universitas Urusan Luar Negeri China mengulas ketegangan politik China-AS itu terkait pandemic.
Terkait balasan terhadap tindakan AS yang diskriminatif, Li mengatakan China dapat mengambil langkah-langkah atas dasar timbal balik.
Misalnya, memberlakukan tes PCR wajib pada mereka yang bepergian dari AS ke China.
"Tapi pihak AS yang menciptakan preseden buruk, menempatkan lebih banyak hambatan di jalan bisnis normal dan pertukaran orang-ke-orang antara kedua negara," katanya.
Selain AS, Jepang juga meningkatkan kontrol perbatasan yang menargetkan pelancong dari China, karena negara Asia itu akan membutuhkan hasil tes yang lebih ketat dari pengunjung China.
Langkah-langkah saat ini mengharuskan semua pelancong dari daratan Tiongkok untuk melakukan tes antigen sederhana setibanya di Jepang.
Mereka yang dites positif diharuskan tinggal di fasilitas karantina, NHK melaporkan pada Rabu.
Di bawah rencana baru, kedatangan dari daratan China akan diminta untuk menjalani tes antigen atau PCR kuantitatif yang lebih akurat.
Pelancong dengan penerbangan langsung dari daratan China juga harus menunjukkan hasil tes negative.
Menanggapi langkah-langkah baru Jepang, juru bicara Mao mengatakan China selalu percaya untuk semua negara, langkah-langkah respons COVID harus berbasis sains dan proporsional.
"Mereka tidak boleh digunakan untuk manipulasi politik, tidak boleh ada tindakan diskriminatif terhadap negara tertentu,” katanya.
Komite Keamanan Kesehatan Uni Eropa juga menerapkan pengenalan pengujian Covid pra-keberangkatan untuk pelancong dari China.
Namun, beberapa negara telah menahan pembatasan baru tersebut - misalnya, Austria yang khawatir akan berdampak pada kedatangan turis dari China.
Sementara situs Aljazeera menyoroti situasi di China yang menurut mereka tegang setelah muncul kembali kebijakan ketat terkait penanganan virus corona.
Pembalikan kebijakan yang mengejutkan oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping juga membuat beberapa orang yang apolitis merasa sangat sakit hati dengan para pemimpin mereka di Beijing.
Di kota terbesar China, Shanghai, Ming Li yang berusia 31 tahun – yang meminta agar nama aslinya tidak disebutkan – termasuk di antara mereka yang protes.
Kebakaran yang merenggut banyak nyawa di Urumqi beberapa waktu lalu dianggapnya buah dari pembatasan ketat, sehingga penghuni apartemen tidak bisa ke mana-mana.
Demonstran seperti Ming Li mencerca pembatasan, yang selama hampir tiga tahun telah menentukan kehidupan di China.
Ming Li dan sejumlah orang termasuk yang menginginkan Presiden Xi Jinping minggir atas buah kebijakannya terkait penanganan pademi Covid.(Tribunjogja.com/GlobalTimes/Aljazeera/xna)
Kantor DPRD DIY Masih Dijaga Aparat TNI-Polri untuk Mengantisipasi Demo Lanjutan |
![]() |
---|
3 Wewangian Asli Indonesia Ini, Jadi Incaran Brand Parfum Dunia! |
![]() |
---|
3 Wewangian Asli Indonesia Ini Jadi Incaran Brand Parfum Dunia |
![]() |
---|
Dosen UMBY Kenalkan Pakan Fermentasi dari Sisa Dapur untuk Ayam Kampung |
![]() |
---|
Delpedro Marhaen Ditetapkan jadi Tersangka Kasus Penghasutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.