Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Tanggapan Buruh dan Pengusaha di DIY Soal Penetapan UMP Tahun 2023

DPD KSPSI DIY menolak kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) maksimal sebesar 10 persen.

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Gaya Lufityanti
Kompas.com | Totok Wijayanto
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Serikat buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY menolak kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) maksimal sebesar 10 persen.

Sekretaris DPD KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, pihaknya menyayangkan langkah yang diambil pemerintah pusat hingga Pemerintah DIY yang tetap bersikukuh menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 sebagai dasar penentuan UMP DIY tahun 2023.

Permenaker tersebut sama saja dengan regulasi sebelumnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 dan PP Nomor 36 Tahun 2021 yang sama-sama menggunakan formula atau rumus penetapan namun tidak bisa mencerminkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Permenaker 18/2022 sangatlah mencerminkan kepongahan intelektual yang meskipun dengan rumus yang berbelit-belit hasilnya tetap saja. Kenaikan upah tidak boleh lebih dari 10 persen," kata Irsyad, Minggu (27/11/2022).

Baca juga: Pengda POBSI DIY Dipegang Tim Caretaker Lantaran Gagal Menggelar Musda

Dengan pembatasan kenaikan upah maksimal 10 persen, maka dengan Permenaker tersebut tidak akan meningkatkan daya beli pekerja dan tetap saja para buruh di DIY tidak akan mampu mencukupi kebutuhan hidup layak.

KSPSI DIY sendiri telah melakukan perhitungan KHL bersama Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY. 

Dalam kajian tersebut, dihasilkan UMK sebesar Rp 4.229.663 untuk Kota Yogyakarta, Rp 4.119.413 untuk Kabupaten Sleman, Rp 3.949.819 Kabupaten Bantul, Rp 3.404.473 Kabupaten Gunungkidul, dan Rp3.702.370 untuk Kabupaten Kulon Progo . 

Pihaknya pun menolak penggunaan Permenaker 18/2022 yang juga merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja. 

"Sementara UU Cipta Kerja telah dinyatakan Inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Secara menyakinkan Permenaker tersebut hanya akan menghasilkan penderitaan bagi pekerja atau buruh, yaitu upah murah," jelasnya.

Bertolak belakang dengan serikat pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY mengaku tak keberatan terkait penggunaan Permenaker 18/2022 sebagai acauan penentuan besaran UMP di DI Yogyakarta.

Kalangan pengusaha dianggap sanggup untuk mengakomodir kenaikan upah hingga 10 persen.

"Kalau Yogya misalkan naik 10 persen naik sekitar Rp 200 ribu tapi pengusaha masih bisa lah menjangkau kenaikan itu. Jadi karena gubernur punya otoritas kita menurut saja," kata Ketua Apindo DIY Boentoro.

Baca juga: Kata Disnakertrans DIY Soal Penetapan UMP dan UMK DIY Tahun 2023

Meski demikian, Boentoro meminta agar Gubernur DIY memperhatikan kondisi pengusaha di DIY yang masih berupaya untuk pulih dari terpaan pandemi Covid-19.

Dia melanjutkan, DIY menjadi salah satu daerah yang paling terdampak pandemi lantaran wilayah ini sangat bergantung dari sektor pariwisata yang semasa pandemi sempat mengalami kelumpuhan.

Walaupun pandemi sudah mulai melandai, pengusaha saat ini masih berupaya bangkit dari keterpurukan tersebut. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved